Monday, March 31, 2008

Konsep Diri

SIAPAKAH AKU? Sebuah Konsep Diri & Kaitannya Pada Kepemimpinan Kristen Disampaikan pada LDK GMKI Komisariat FKM USU Minggu, 30 Maret 2008 – Taman Doa P. Batu
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Yohanes 12:24 I. Pengantar – Analisa Kebutuhan Siapakah saya …. ? apakah saya mengenal diri saya ? apakah saya mengenal betul apa yg saya pelajari dari masa lalu saya ? apakah ada pertumbuhan kedewasaan iman, cara berpikir dan perilaku dalam diri saya ? Apakah saya layak disebut sebagai anak-anak kerajaan Allah ? atau saya hanyalah seorang anak domba yg hilang oleh dosa ditengah gemuruh keramaian dunia ? atau saya adalah seorang manusia “bertopeng” yg mengaku bahwa saya adalah seorang murid Yesus padahal karakter dan perbuatan saya jauh dari kehendakNya? apa sisi kekuatan dan kelemahan saya ? mengapa ini tercipta ? jadi apa yg harus saya lakukan ke depan ? Bagaimana sikap kepemimpinan dalam diri saya ? Apakah saya hanya pengikut bukan pemimpin? Ini adalah deretan pertanyaan standart yg patut kita ajukan dalam introspeksi diri kita sendiri demi pertumbuhan kita. Tidak semua manusia mengenal dirinya sebagai gambar dan rupa Allah. Untuk itulah sangat perlu mempelajari diri kita yg dikenal dengan istilah konsep diri. Manusia adalah mahluk istimewa yg diciptakan segambar dan rupa Allah. Konsep diri sebagai gambar dan rupa Allah sering kali kabur dalam diri kita (oleh karena kita sendiri ) sehingga kita tidak menikmati dan menjalani keberadaan hidup kita sebagai gambar & rupa Allah. Dalam sesi ini kita memakai waktu untuk mengenali potret diri yg ada dalam diri kita, potret hubungan dengan diri kita sendiri, sesama manusia, dan kepada TUHAN. Peka terhadap Potret Diri kita, penting untuk memaknai, menghargai, dan mengisi hidup, menjadi murid yg menjadi dirinya sendiri tanpa ada topeng kebohongan. Untuk itu izinkan saya memandu sesi ini, memeriksa konsep diri masing-masing dengan landasan kejujuran.
II. Pentingnya Pengenalan “Siapa Aku” dihadapan Sesama dan TUHAN Para filsuf memberi nasehat yang bijaksana kepada kita, “kenalilah dirimu sendiri”. Pengetahuan diri yang benar terdiri dari dua hal. Pertama, memahami keunggulan alamiah yang dikaruniakan Allah kepada kita saat penciptaan, suatu pengenalan yang harus membuat kita bersyukur. Kedua, menyadari kondisi nestapa yang kita alami setelah kejatuhan kedalam dosa, bahwa pada mulanya, kita dibentuk menurut gambar Allah, dan diberikan akal budi dan hikmat untuk menempuh kehidupan yang berkebajikan dan beribadah kepada Allah, namun di dalam Adam, kita semua tergelicir dari kondisi orisinil kita. Pengertian ini biarlah membuat kita benar-benar rendah hati dan mendorong kita untuk mencari Allah. Allah mau kita mengenal diri dengan benar supaya hal itu membawa kita untuk tunduk kepadaNya. Orang berusaha mengenal diri berdasarkan standar Allah tidak memiliki alasan untuk memegahkan diri; namun secara paradoks ia mengetahui kelebihan-kelebihan yang Allah tanamkan dalam dirinya. Untuk mengenal diri dengan benar; pertama-tama, kita harus memperhatikan apa tujuan kita diciptakan sehingga diberikan karunia yang demikian luar biasa; kedua, mempertimbangkan kemampuan maupun keterbatasan kita. Yang pertama, membawa dia kepada kesadaran akan tugas kita kepada Allah, sedangkan yang kedua, kesadaran akan kemampuan yang kita miliki untuk melaksanakan tugas kita. Artikel berikut akan mengulas tentang konsep diri, apa dan bagaimana konsep diri berpengaruh terhadap kepemimpian seseorang. Karena itu sangat diperlukan pengenalan diri. Pengenalan diri adalah dasar sebuah kepemimpinan Kristen. Bagi sebagian orang mengenali diri sendiri mungkin adalah masalah yang mudah tapi umumnya sebagian besar orang menganggap adalah masalah yang sukar dan sulit. Secara pribadi saya sendiri berpendapat bahwa mengatasi proses pengenalan diri sendiri ini memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang. Permasalahan utama yang sering timbul dan menghambat kita untuk dapat mengenali diri kita ini adalah kemampuan diri untuk berdiri secara "jujur, obyektif dan adil" dalam memberikan pandangan terhadap diri sendiri. Nah, dalam kenyataannya memang hal inilah yang justru jarang bisa dilakukan oleh setiap orang . Akhirnya proses mengenali diri sendiri ini memang akan menjadi sangat sulit dan membingungkan karena faktor ketidak jujuran, ketidak obyektifan dan ketidak adilan dalam memandang diri itu sendirilah yang harus bisa disadari dan diperbaiki (revisi). Padahal, saya menurut saya sering berbeda hasilnya dengan penilaian siapa saya menurut orang-orang disekitar saya apalagi menurut TUHAN. Karena itu konsep diri sangat diperlukan untuk ajang evaluasi pembenahan dan pengembangan diri. “Siapa saya" adalah jati diri kita (berupa eksistensi) yang sesungguhnya yang ada dahulu, sekarang dan yang akan datang. Setiap orang memiliki jati diri yang mempunyai keunikannya masing- masing. Kata "keunikan" ini sengaja dipakai untuk menggantikan kata "kelebihan dan kekurangan" agar kita tidak terjebak dalam pandangan untuk saling membandingkan. Keunikan jati diri masing-masing ini adalah merupakan hasil dari proses-proses terdahulunya dan merupakan awal dari proses kedepan yang juga tidak perlu dibandingkan dan dinilai berlebihan, akan tetapi haruslah dipahami dan disadari sepenuhnya.
III. Kegunaan Mengenal Diri Pertama, kegunaan atau faidah praktis dari pengenalan diri adalah memberikan peluang kepada manusia untuk lebih familiar terhadap kemampuan dan bakatnya. Hal ini akan banyak membantu seseorang dalam hidupnya, misalnya untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi hidupnya. Kedua, di samping itu pengenalan diri sangat bernilai karena manusia dapat menyadari bahwa ia bukanlah sosok atau maujud yang mengada dengan sendirinya (self-existent). Hal ini penting, lantaran akan membantu seseorang untuk memahami bahwa sehebat apa pun ia atau setinggi apa pun kedudukan dan status sosialnya, esensi manusia sebagai mahluk social adalah butuh sesama dan bergantung kepada Tuhan. Ketiga, Pengenalan diri sangat efektif bagi sistem dan mekanisme pengembangan diri. Keempat, mengenal diri akan membantu seseorang memahami bahwa ia tidak tercipta secara kebetulan (by chance). Jika kita menginternalisasi dan menghayati akan keberadaan kita, diri kita, maka kita akan sampai kepada kesimpulan yang tak-terelakkan bahwa Tuhanlah yang mencipta seluruh keberadaan. Kita tidak mewujud dengan sendirinya atau hanya karena persemaian antara sperma dan ovum dari kedua orang tua kita. Manusia secara natural senantiasa mencari alasan keberadaannya. Ia akan melakukan monologue pada dirinya ihwal Darimanakah kedatanganku?Ke mana langkah yang aku tuju? Untuk tujuan apa keberadaanku? Dengan mengenal diri, ia akan menuai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan eksistensial ini.
IV. Pengenalan Diri : Siapakah Aku?

Pada sesi ini kita akan latihan mengenal Potensi diri. Untuk itu dipersilahkan peserta mempersiapkan alat tulis untuk moment mengevaluasi diri. Modal dasar utama yang diperlukan untuk melewati sesi ini adalah kejujuran dan keterbukaan. Akan tetapi dilain sisi, jangan pula kita sampai terjerumus dan terseret arus pola berpikir pesimis yang akhirnya justru membesar-besarkan faktor ketidakmampuan dan keterbatasan yang ada menjadi senjata dan alasan untuk meng "cover" semua hal dalam kehidupan ini yang memang sulit dan berat bagi siapapun.

  • Sifat - sifat dan karakter > Setiap orang pasti membawa sifat-sifat dan karakternya sendiri-sendiri, setiap orang walaupun bisa saja ada kemiripan tapi tidak pernah ada yang sama persis dalam hal ini.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 sifat-karakter diri.
  • Hasrat dan keinginan> Setiap orang pasti memiliki hasrat dan keinginannya masing-masing, yang biasanya adalah merupakan refleksi dari sebuah bentuk ideal / cita-cita yang awalnya bersumber dari ego. - Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 hasrat & keinginan dalam hidupnya.
  • Kemampuan > Penguasaan terhadap suatu hal yang merupakan ciri khas seseorang yang dimiliki dan didapat secara dan dalam kealamiahannya masing - masing, haruslah terus digali dan dikembangkan serta dipergunakan secara positif demi kepentingan kebaikan yang semakin luas semakin baik. Oleh karena itu jika bisa mengenal kemampuan diri maka secara lebih gampang pula kita dapat terus mengembangkannya sehingga mencapai suatu level yang relatif tinggi. Biasanya kemampuan seseorang itu berupa wawasan, pengetahuan, kepandaian dan keahlian, yang merupakan hasil dari perpaduan antara intelegensi dan emosi melalui proses belajar (baik sekolah maupun otodidak) serta pengalaman-pengalaman sepanjang hidupnya.Dari sini, maka kita dapat disimpulkan bahwa "belajar" dan "berlatih" adalah dua hal pokok yang sangat berperan dalam usaha meningkatkan kemampuan diri.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 kemampuan yang diandalkan dari diri masing-masing.
  • Ketidakmampuan & keterbatasan>. Diluar kemampuan yang ada, maka adalah hal yang alami pula bahwa setiap insan didunia ini selalu diliputi juga oleh ketidakmampuan dan keterbatasan (sengaja penulis tidak menggunakan kata "kelemahan" untuk memberikan nuansa optimisme). Dalam masalah ini memang kemauan dan usaha keras secara konsisten mutlak diperlukan , karena biasanya untuk dapat bisa "mengakui" bahwa kita mempunyai ketidakmampuan dan keterbatasan saja sudah sangat sulit apalagi untuk merubahnya.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 hal ketidakmampuan atau keterbatasan diri.
  • Latar belakang>. Latar belakang bisa dianggap sebagai akar dari semua perkembangan yang timbul dan ada sekarang ini bagi siapapun juga. Walau kita pada akhirnya memang tidak perlu mempermasalahkan tapi bisa memahami latar belakang dari diri kita sedikit banyak dapat berguna untuk mengetahui siapa dan bagaimana diri kita yang sesungguhnya menurut kita, sesame dan dihadapan TUHAN.Oleh karena itu pula dalam metode pengembangan kepribadian, pemanfaatan latar belakang diri seseorang sebagai alat refleksi diri untuk membangkitkan pemicu semangat kearah yang lebih efektif masih sangat ampuh dan bermanfaat. - Peserta dipersilahkan mengevaluasi : “menurut anda, siapakah anda di mata keluarga, lingkungan kampus, lingkungan GMKI”.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa “bodoh”, namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
V. Kaitan Pengenalan Konsep Diri dan karakteristik Kepemimpinan Kristen 1. Arti KePemimpinan Secara Kristen Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Mengutip Henry Pratt Fairchild, arti pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan, atau posisinya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Sedangkan KePemimpinan Kristen berarti pemimpin yang mengenal Allah secara pribadi dalam Kristus dan memimpin secara kristiani. Pemimpin Kristen adalah pribadi yang memiliki perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya mencapai efektivitas yang benar dan tertinggi karena dipakai untuk melayani dan memuliakan Allah. Sedangkan sifat-sifat spiritualitas kristianinya menyebabkan ia sanggup mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Sebab daya pengaruhnya bukan dari kepribadian dan ketrampilan dirinya sendiri, tetapi dari kepribadian yang diperbaharui Roh Kudus dan karunia yang dianugrahkan Roh Kudus. Pemimpin Kristen berbeda dengan pemimpin alamiah (sekuler/umum) dalam beberapa hal. Pemimpin rohani mengenal Allah, mencari kehendak Allah, menaati kehendak Allah, bergantung pada Allah, mengasihi Allah dan manusia, dan akhirnya memuliakan Allah. Sedangkan pemimpin alamiah hanya mengenal manusia, membuat keputusan sendiri atau organisasi, berusaha mencapai sasaran pribadi atau organisasi, bersandar pada cara-cara sendiri, bergantung pada kuasa dan ketrampilan diri sendiri, mengutamakan hasil kerja dan cenderung mengabaikan manusia. [1]
2. Persyaratan pemimpin rohani. Jika persyaratan kualitas karakter dan sosial dalam pemimpin umum bersifat relatif, bahkan boleh saja tidak dimiliki, maka persyaratan pemimpin Kristen sangat menekankan aspek karakter dan sosialnya. Ada dua puluh kriteria yang dicantumkan dalam 1Tim. 3:1-13 dan Tit. 1:5-9, delapan belas berkaitan dengan reputasi seseorang, etika, moralitas, temperamen, kebiasaan, dan kedewasaan rohani serta psikisnya. Kualifikasi yang ditulis Paulus ini sebagai kualifikasi sosial, moral, mental, kepribadian, rumah tangga, dan kedewasaan. Kualifikasi dalam 1Tim. 3:1-7 ini memiliki tiga ciri menonjol, yakni menyangkut 1) persyaratan fundamen, bukan tugas, 2) tingkah laku yang teramati, 3) karakter tersebut bukan khas Kristen melainkan ideal tertinggi moralitas konteks Hellenistis zaman itu. Jadi kriteria di atas menunjukkan bahwa persyaratan seorang pemimpin rohani sangat ketat dan menuntut kedewasaan jiwani, rohani dan sosial. Kepemimpinan dalam Kristen menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus. Misalnya, seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yoh. 13:13). Demikian juga dalam kepemimpinan di Organisasi kekritenan seperti GMKI. Dengan demikian kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain. Kemudian, cirri khas kepemimpinan berdasarkan motivasi Kristen adalah : jika kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Mrk. 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu dia dimotivasi oleh kasih Kristus. Dia harus berbuah dan menghasilkan seperti yang tertulisa dalam Yohanes 12:24 : “Aku berkata kepadamu:Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Kepemimpinan secara Kriten mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu pemimpin Kristen yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas. Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Mrk. 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain. Salah satu kelemahan terbesar manusia--dan yang paling fatal adalah kecenderungannya untuk menjadi seperti Allah. Sejak manusia yang pertama sampai sekarang, bukankah itu yang kita jumpai di kantor manapun, baik pemerintah, swasta, maupun di gereja. Orang-orang yang berlagak dan mengklaim dirinya seolah-olah ia adalah tuhan-tuhan kecil dan allah-allah kecil.
Bahan Diskusi Bagian V : 1. Menurut anda, apa kaitan Konsep diri dengan pola kepemimpinan Kristiani? 2. Apa Relevansi Yoh 13:13 bagi Konsep diri “siapakah aku” dan Pola kepemimpinan Kristen. 3. Konsep diri yang bagaimana yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen (ditiap lingkungan hidupnya :kampus, organisasi, keluarga) mengacu kepada Mrk. 10:43-44? Apakah Relevansi Nats Yohanes 12:24 dalam Konsep Diri dan pola kepemimpinan ?
VI. KESIMPULAN
Tuhan Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mrk. 10:42-45). Ini semua berawal dari pengenalan konsep diri “siapa aku”, yang menyadarkan siapa kita dihadapan TUHAN, dihadapan sesama dan apa rencana TUHAN melalui kita bagi dunia sekitar kita. Sehingga kita benar-benar dapat mewartakan kasih dan amanah damaiNya dengan semangat tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Ut Omnes Unum Sint. Syalom. __________________________________________________ Nats Bacaan : Filipi 2 : 1-5 ; Gal. 6 : 2 - 4 , 7 - 10. Gal. 2 : 20 Salam. Pdt. Happy Pakpahan [1] Alkitab tidak hanya menyajikan satu model kepemimpinan yang ideal. Di dalam Alkitab model itu selalu berubah dan bervariasi sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang ada. Itu sebabnya model kepemimpinan Musa berbeda dengan model kepemimpinan Yosua; bentuk kepemimpinan hakim-hakim berbeda dengan bentuk kepemimpinan raja-raja. Samuel pernah merangkap tiga fungsi sekaligus yaitu imam, nabi, dan raja, tetapi kemudian ketiganya terpisah ketika Israel menjadi Monarkhi. Di Perjanjian Baru kita juga melihat hal yang sama. Pada awalnya gereja purba sudah merasa cukup dipimpin oleh para rasul dengan semua kharisma mereka. Tetapi Kisah Rasul 6 segera mencatat, memberi kesaksian bahwa kebutuhan dan situasi baru menuntut suatu bentuk kepemimpinan yang lain, suatu bentuk struktur organisasi yang lain. Mulailah apa yang disebut diaken, syamas diakonoi. Kisah Rasul 11 kemudian memperkenalkan jabatan lain yaitu presbuteros, jabatan penatua atau tua-tua. Kisah Rasul 13 berbicara mengenai nabi-nabi yang memimpin jemaat di Antiokhia. Kemudian entah bagaimana dan dari mana, episkopos hadir dan ada variasi baru di dalam Kisah Rasul. Kalau kita mempelajari surat-surat Paulus, variasi itu jauh lebih kaya lagi. Apa sebenarnya yang hendak dikatakan melalui semua ini? Semuanya hendak mengatakan bahwa prinsip kepemimpinan Kristen yang pertama adalah keanekaragaman atau pluriformitas bentuknya, fleksibilitasnya, kelenturannya, keluwesannya. Dan bukankah memang benar bahwa Tuhan itu seringkali jauh lebih luwes, jauh lebih fleksibel daripada kita, manusia dan pemimpin-pemimpin gereja. Inilah asas pokok kepemimpinan Kristen, yaitu keanekaragaman atau pluriformitas kepemimpinan. Tetapi saya juga harus segera menambahkan satu prinsip lain yang membentuk dwitunggal dengan prinsip pertama tadi, yakni, kepemimpinan Kristen itu hanya mengenal satu pemimpin yaitu Tuhan Allah.

Tuesday, March 18, 2008

Selamat Paskah

Salam PASKAH.
Terkadang Visual lebih banyak & tepat berbicara tentang suatu hal.
Ketika materialisme dan keindividuan mulai merajai pikiran banyak orang, ketika setiap orang mulai hanya memikirkan dirinya sendiri, ketika ekonomi menjadi ukuran memandang dan menilai seseorang, saat itulah korban kekerasan ekonomi, ketidak pedulian sosial, dan kemerosotan terhadap nilai kemanusia terjadi. Paskah mengajarkan KASIH sebagai Amanah bagi Orang Percaya. Kasih yang lintas batas kesukuan, ras, dan latar belakang lainnya. Kasih ikhlas yang lahir dari iman, bagi mereka yang membutuhkan pertolongan kita yang notabene ada disekitar kita. Mari tidak menutup mata dan menjadi saluran berkat dan lilin kecil yang menerangi dimana kita berada.
Firman TUHAN berkata :
Matius 25:35-40 : "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku".
Yesaya 58:6-8 : "..... Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu."
Salam PASKAH.
Salam KASIH yang memberdayakan.
Salam Tekat menjadi BERKAT bagi sesama.
Salam DAMAI yang dari pada TUHAN YESUS.
Pdt. Happy Pakpahan

Friday, March 14, 2008

Kesetaraan Ciptaan VS Vonis Sosial

Nats : Hakim-Hakim 11:1-11
Khotbah Minggu di HKI Jl. M. Siregar-P.Siantar
Tgl. 09 Maret 2008
Pdt. Happy Pakpahan
Sejak awal Allah menciptakan manusia didalam dunia ini dengan unsur yang sama, tidak ada dari debu tidak ada yang dari plastic. Sejak awal manusia didalam dunia ini diciptakan dihembuskan nafas kehidupan yang satu dan ini berlaku bagi semua orang. Sejak awal – dikatakan gambar dan rupa Allah. Dan manusia diberikan matahari yg sama, langit yg sama, udara ya sama dan bulan yang sama. Manusia diberikan kebutuhan yang sama, untuk makan, minum, damai, sejahtera, dan rasa adil dan mendapatkan kebenaran. Semua diberikan hak hidup yang sama. Hak untuk diperlakukan secara adil dan manusiawi tanpa memandang status dan latar belakang kehidupannya. Baik laki-laki, perempuan, kaya atau miskin, hitam atau putih, semuanya sama dihadapan Allah. Allah selalu berikan yang terbaik bagi manusia. Ini bentuk keadilan semesta Ilahi. Namun terkadang hal ini dirusak oleh manusia itu sendiri. Hak yang sama yang diberikan oleh Allah kepada manusia, diubah manusia itu sendiri menjadi bertingkat-tingkat yang diukur berdasarkan status, jabatan, kekayaan dan apa yang dimiliki seseorang. Inilah yang menjadi pembahasan dalam nats kita. Dalam nats diceritakan terjadi sebuah perlakuan yang tidak adil terhadap hak seorang manusia yang dinilai berdasarkan latar belakang kehidupannya. Ini terjadi pada kisah hidup Yepta. Yepta adalah anak yang lahir dari hubungan seorang lak-ilaki bernama Gilead dengan perempuan sundal. Padahal Gilead juga mempunyai istri yang sah dan memiliki beberapa anak laki-laki. Pada suatu hari dikatakan diayat 2-3 : Setelah besar anak-anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."
Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia. Jelas ia kecewa diperlakukan demikian. Yefta tidak bersalah. Yefta tidak pernah meminta ia dilahirkan dari hubungan yang salah antara ayahnya dan ibunya. Kalau ditanya tentu semua anak ingin dilahirkan dari keluarga yang sah. Dosa seorang orang tua tidak bisa diwariskan kepada anaknya. Yefta memulai hidupnya sendiri terlepas dari keluarga yang telah mengusirnya. di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia. Kemudian dikatakan 11:4 Beberapa waktu kemudian bani Amon berperang melawan orang Israel. 11:5 Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. 11:6 Kata mereka kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon." Ternyata kabar tentang keperkasaan Yefta terberita ke Israel. Dan mereka menginginkan seseorang memimpin pertempuran. Dan itu Yepta. 11:7 Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" Ya sering manusia seperti ini. Jika sudah sukses, terdesak maka berteman. Jika terpuruk, dianggap tidak kenal. Lidah manusia tidak bertulang. 11:8 Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead." 11:9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" 11:10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu." 11:11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa Jemaat terkasih, perlakuan saudara –saudara Yefta yg telah mengusirnya adalah wujud keegoisan manusia yang kerap kali memperlakukan sesama manusia secara tidak manusiawi. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan Penciptaan manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah ( Kej 1: 26). Tapi ada yang bisa kita pelajari dari Yepta, walaupun Yefta disisihkan dari keluarganya tetapi ia tidak mendendam. Allah membela dan memberkatinya. Kemudian ia dikuatkan Allah untuk memimpin bangsa Israel. Demikianlah Allah memperdulikan orang-orang yang disisihkan dan Allah memakainya untuk pekerjaanNya. Apa yang bisa kita relevansikan ? Gereja-persekutuan kita ini adalah persekutuan orang-orang yg dipanggil untuk menerima dan melakukan karya kebenaran Allah. Tuhan menghendaki agar manusia dapat hidup saling menopang, saling menasihati, saling menolong bukan saling memvonis. Hal ini penting dimaknai. Sering dalam kehidupan manusia orang selalu mempertanyakan latarbelakang kekeluargaan dan menjadikannya sebagai “punish” untuk melihat kehidupan dan pribadi seseorang dalam pekerjaan dan tugasnya setiap hari. Tidak jarang kita mendengar perkataan yang keluar dari seseorang “ ai hutanda do keluarga ni bae i”. Seolah seseorang langsung di vonis, salah total, tidak benar, dll. Kemudian dalam masyarakat luas juga, seiring dengan materialisme dan kapitalisme yang dibawa oleh globalisasi, manusia untuk mewujudkan keinginanya rela menindas orang lain, kelas-kelas tercipta, seolah kelas bos tuan dan babu. Si A tidak pantas berkawan dengan si B karena ekonomi yang berbeda. Pengusaha kayu menebang semua pohon dan tidak menggantinya sehingga longsor dan banjir terjadi dimana-mana. Seolah hanya dia yang bisa hidup sejahtera dan aman sedangkan orang lain tidak perlu. Manusia sering merasa besar dengan jabatan, kekayaan, dan kekuatannya. Lihat saja orang berseragam bisa merasa diatas angin kepada orang yang lemah, bus besar seenaknya menguasai jalan dan mengabaikan kendaraan kecil seperti kereta. Untuk rasa adil, dimanamana banyak gedung pengadilan yang megah tetapi sulit ditemukan keadilan. Manusia menjadi srigala kepada sesamanya. Tidal lagi mencerminkan kesegambaran dengan Allah. Gereja tidak boleh memperlakukan istimewa kepada orang lain karena ia orang kaya, tondong, dan berpengaruh dan disissi lain mengabaikan orang lain. Amsal 14 : 31 : Siapa yang menindas orang lemah, menghina Penciptanya. Jangan tolak Pencipta dengan menolak ciptaanNya. Jangan memberikan sanksi sosial kepada orang lain. Seolah hukum adat, sosial lebih tinggi dari Firman TUHAN yang memerintahkan kita mengasihi sesama sebagai gambar dan rupa Allah. Jangan mengucilkan orang lain. Jangan menghakimi orang lain karena masa lalu yang mungkin saja tidak tidak terlibat apapun akan kesalahan masa lalu-sejarah hidupnya, apalagi Firman TUHAN mengatakan hak menghakimi adalah hak Allah. Kita sama-sama manusia. Roma 14 : 10-12 sebagai Nats Epistel minggu ini menegaskan bahwa manusia tidak berhak menghakimi sesamanya ataupun menghinanya karena semua manusia akan diperhadapkan ketahta pengfadilan Asllah dan memberikan pertanggungjawaban kepada Allah. Allah tidak akan membiarkan manusia memberlakukan orang lain secara sewenang wenang. Tidak ada yang sangat benar dihadapan Allah dan tidak ada yang terlalu berdosa sehingga membatasi karya pengampunan dari Allah. Jangan ambil wewenang ilahi untuk menghukum manusia padahal Allah sendiri maha pemurah dan pengampun. Gereja terpanggil untuk ikut merasakan kesusahan orang lain, mencari orang yang terbelenggu dalam dosa, jauh dari TUHAN, mempunyai dosa pada masa lalu yang kelam, gereja terpanggil untuk membawanya kepersekutuan dengan Allah, bukan mengucilkannya. Kalau ada gereja atau orang percaya menutup diri atau menghindari seseorang karena mengganggap dia terlalu berdosa maka kita sendirilah yang berdosa dan bersalah. Menjadi batu sandungan seoalah menutup kata ampun dari Allah.
Nah, jika anda merasa dikucilkan, yang menjadi korban vonis sosial, berlakukan seperti Yefta, 11: 11 : Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. Serahkan semua perkara, keluh kesah dan mohon bimbingan dan kekuatan dari padaNya yang menciptakan engkau ke dunia. Minggu ini adalah Minggu “Judika, Berilah keadilan kepadaku, Ya Allah (Mzm.43:1)”, hal ini mengingatkan kita akan kepribadian kita sebagai manusia yang harus ditopang oleh Allah agar memperoleh kemenangan, maka setiap manusia harus menyandarkan hidupnya kepada Dia, sebab didalam Dia ada kemenangan dan sukacita. Jangan menjadi orang-orang yang merasa berhak emmfonis kehidupan yang diberikan Allah kepada seseorang. Jika ada yang memiliki kesalahan dosa sosial, tugas kita sebagai orang percaya untuk merangkulnya kepada persekutuan yang hidup kepada Allah. Jangan justru menyingkirkannya. Jadi mari menjadi duta-duta Allah menegakkan kesetaraan ciptaan, keutuhan ciptaan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Sebuah solidaritas ciptaan. TUHAN Memberkati. Syalom.

Wednesday, March 05, 2008

Masih Adakah Yg Bisa Masyarakat Harapkan Dari GAMKI ?

Kotbah Pelantikan GAMKI Siantar.
Nats : Yesaya 6 : 8 & Roma 8 : 19-22 Pdt. Happy Pakpahan
Masih adakah yang bisa diharapkan dari GAMKI pada saat ini ? Ini adalah pertanyaan menantang yang perlu dijawab dengan karya oleh kader-2 GAMKI. Bagaimana tidak ! Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang 'era' mengeluh di Ripublik ini. Saat ini kita, saya, anda, keluarga kita dan masyarakat pada umumnya, orang Kristen pada khususnya JUGA MENGELUH mengalami banyak tantangan hidup. kesulitan multi dimensi dalam hidup berbangsa saat ini ditengah Ripublik ini, Dalam bidang Agama : kita mengalami tantangan dalam mengekspresikan iman kita, tantangan berupa fisik, intimidasi, kekerasan, pelemparan, penghambatan jalan menuju Gereja, perobohan bangunan, penculikan hamba Tuhan, pelarangan bernyanyi dalam ibadah pada kompleks-2 perumahan tertentu dibeberapa Kota, dan pelecehan kata-kata. Ada juga penekanan dalam bentuk UU berbau otonomi, UU perbankan, dan UU sisdiknas, Peraturan bersama 2 Mentri. Ini membuat umat salah satu agama semakin percaya diri menekan umat dari Agama lain secara khusus Kristen. Kemudian terjadi Penyalah gunaan agama. Agama bukan lagi sebagai sarana kasih-membawa keteraturan dan sejahtera, melainkan diperalat untuk memenuhi kehendak manusia yg di make-up atau dilegalisir sebagai kehendak Allah. Politik di 'agamakan' dan agama di 'politikkan'. Agama dijadikan sebagai alat menghimpun massa yg dahsyat untuk menghancurkan golongan lain yg tidak sepaham dengannya atau penghambat terwujudnya kepentingan tokoh-tokoh tertentu. Inilah yg terjadi dalam konflik di berbagai daerah seperti Ambon, Poso, Tasikmalaya,. Bagaimana dengan wacana kerukunan antar umat beragama? Ternyata hanya masih berlangsung ditatanan seminar, dialog, temu ramah, tetapi pengimplementasiannya dipertanyakan. Indikatornya, masih banyaknya intimidasi dari ormas dan masyarakat yang diperalat, kepada umat yang minoritas dari segi jumlah. Dibidang Ekonomi, ketidakpastian kondisi berbangsa, ketidakpastian bagi investor, sehingga mereka tarik modal : Sulitnya lapangan pekerjaan :- semakin banyaknya pengangguran baik yang terdata/ tersembunyi. yang menjadi bom waktu. Singkat kata, masyarakat yang mengeluh dan berharap : mulai : frustasi sosial. Semakin besar jumlah kelompok orang yg terpinggirkan, Masyarakat gampang terhasut untuk melakukan kekerasan. Itulah awal dari berbagai letupan ketidak puasan yg muncul dimasyarakat dalam bentuk demonstrasi, penjarahan, pembakarandan berbagai bentuk protes terhadap kemapanan. Emosi massa yg tidak stabil, gampangnya menghabisi nyawa orang lain, merusak bangunan termasuk gereja tanpa merasa bersalah. Trand kekerasan merajalela. Ironisnya, hal ini diperparah Politik : dimana “perkelahian Elit Politik” sendiri pun sering mempropagandakan kecemasan rakyat dan memperalat rakyat/ massa pendukungnya kekerasan otot bukan otak demi mencapai tujuan politiknya. Terjadi pembodohan terhadap rakyat& kekerasan melalui UU. Dan pihak yang dianggap sebagai tempat mengadu sebagai Dewan Perwakilan Masyarakat, eh ternyata banyak yang sandiwara memakan tumbal anggota masyarakat. Kepentingan pribadi tetap jadi orientasi !
Kekerasan dalam bidang Budaya : Indonesia sebagai Negara berkembang adalah pasar potensial bagi kapitalis : iklan : krisis budaya, konsumenisme, dan atas nama modrenitas, sex bebas, hedonisme, : melahirkan generasi X yang sulit diatur. Keadaan alam kita yg semakin Koma dengan polusi tanah, air dan udaranya yg dibuat oleh ketamakan manusia sendiri yang mengekspolitasi bumi. - bencana “ Ini menyadarkan kita bahwa sekarang kita hidup diantara jerami kering, yg dengan api kecilpun ternyata dapat mehyala hebar dan tidak mudah untuk dipadamkan .” Ditengah keadaan inilah masyarakat berharap. Sekarang GAMKI mengadakan hajatan besar yaitu pelantikan PAC kota Siantar. Ini menyadarkan kita bahwa GAMKI telah berdiri sekian tahun berdiri, dan “konon” di Kota ini telah beranggotakan seratusan hingga ribuan lebih anggota. Hajatan Ini berbiaya besar. Sebab itu amat wajar untuk Peristiwa Besar, jumlah keanggotaan yg besar, ada harapan besar. Persoalannya : masih adakah yg riil yg dapat kita harapkan dari GAMKI ? Banyak lembaga keumatan dan lembaga kader yang mengaku sebagai lembaga jawaban terhadap persoalan kompleks. Untuk menjawab konteks Nats, Yesaya 6 ; 8 dalam konteks refleksi kekinian, kita akan bedah “Pengenalan Standart GAMKI GAMKI tidak terlepas dari rangkaian kata yg terangkai dalam GAMKI, yaitu : 1. Kata Gerakan ( Movement ) mengandung makna adanya lebih dari satu orang yg menjadi satu kesatuan yg bergerak ke arah yg sama, serta menyerap lebih banyak lagi orang lain ( mobilisasi ) dan berjuang bersama. Kata Gerakan juga mengandung makna adanya tujuan, keinginan, dan cita-cita yg ingin diwujudkan melalui kegiatan bersama = dipakai Allah menghadirkan syalom Allah. Sebagai organisasi yang bergerak : dinamis : Pengurus harus mengetahui siapa yang memimpin gerakan ( TUHAN YESUS ) dan kemana arah geraskan, tanpa itu : orang buta menuntun orang buta. Layaknya berjalan tanpa arah – tanpa peta. Pengenalan tujuan didapat dari pengajaran Alkitab : aneh jika program kerohanian lebih banyak dilupakan dari pada politik social : rohani mengarahkan program berikutnya. GAMKI : sebagai lembaga kader : tertantang membawa umat untuk berpengharapan secara rendah hati kepada Allah. Diterangi oleh Roh Kudus membuat program-2 yang bersifat empowering : memberdayakan skill anggota dan masyarakat, pemberdayaan ekonomi, sebagai wujud karya konkret. Organisasi yang stagnasi yang tidak bergerak : mati; organisasi yang habis energinya untuk persoalan internal : keributan antar pengurus : mati. 2. Kata Angkatan Muda menunjukkkan ciri usia dan jiwa yg menjadi anggota GAMKI, dimana dari segi usia mereka adalah kaum muda, yg penuh idealisme dan dinamika. sehinggga cenderung berpikir analitis, bersifat ingin tahu, dan berpandangan luas. Ketika sudah merasa mapan : tidak bisa dikoreksi : mati !jika ada figure seperti ini : mari introspeksi. 3. Kata Kristen : Dengan kata Kristen menjadi indikasi dari sifat Kristiani yg menjiwai seluruh gerak dan kegiatan GAMKI, sebagai titik tolak dalam usaha pencapaian tujuan yg bersumber kepda Alkitab. Bukan kepentingan golongan atau nafsu jabatan dan kekayaan. Tetapi kepentingan Kristus. Kita juga harus kritis Memandang Pola Kekristenan kini ? Ketika kepentingan pribadi : pejabat; donator; kakanda : aura organisasi hilang : masyarakat mengeluh : memperkeruh : tidak ada yang bisa diharapkan dari GAMKI. Kekeristenan kita harus Kritis : Jangan sampai kekristenan kita hanya mengurusi internal : kesalehan ; mengurung diri dalam ibadah : munculnya sikap menerima begitu saja tatanan yg ada ( status Quo). Gejolak masyarakat akibat sistem politik yg muncul tidak dipandang serius, malah seolah-olah diperlukan sebagai ujian iman, dimana kemenagan iman tidak dilihat dari keterlibatannya dalam menghadapi pokok persoalan, melainkan hanya menanamkan sikap tabah yg pasrah, dan berdiam diri. Tidak menghadirkan SOLUSI. 4. Kata Indonesia menunjukkan identitas kebangsaan gerakan ini, GAMKI lahir dan hidup di bumi Indonesia, Sehingga harus peka terhadap isu loka; keluhan dan pergumulan masyarakat dan kita sendiri. Jika tidak peka : dianggap mati ! Ingat, sesungguhnya ikan yg senantiasa mengikuti arus adalah ikan yg mati, sdangkan ikan yg hidup pasti akan melawan arus. Kita adalah imamat yang Rajani : Tuhan Yesus berpesan PI, tidak pernah dibatalkan atau diamandement : layaknya perumpamaan talenta kita akan diminta pertanggungan jawab. Dari segi pribadi kita sebagai pemuda, mahasiswa, peajar, pegawai, ternyata banyak juga yang tidak mau terbeban memikul salib, ada perasaan malu, tidak mau repot : dengan alasan “ itu tugas pendeta dan penginjil”, takut ditolak teman dalam pergaulan, Kemudian : jangankan menjadi saksi, justru banyak diantara kita yang sering menjadi sumber masalah dengan tidak disiplin & pola hidup yg tidak benar dll. Jangankan bisa membuat orang lain percaya pada Tuhan Yesus, justru kita sendiripun tidak bisa dipercaya. Sering sekali kita membela diri dengan mengatakan tugas yg diperlukan waktu dulu, kini keadaan lebih ruwet. Siapa bilang, keadaan dulu lebih ruwet. Kekristenan penuh dengan penganiayaan dan pengejaran, penangkapan. Kita juga sering mengatakan bahwa bukankah kita adalah minoritas ditengah kemajemukan, dulu tidak begini parahnya keadaan. siapa bilang, dari Alkitab dan buku-buku sejarah gereja kita ketahui bahwa zaman-zaman para rasul dan kekeristenan mula-mula keadaan lebih rumit. Dulu saling bunuh, persaingan agama lekat dengan ekspansi. Dan ada banyak pemerintahan dan kepercayaan radikal ditengah pertumbuhan kekeristenan yg menganiaya kekristenana. Nah bukankah keadaan kita sekarang lebih baik dengan telah lebih terorganisirnya agama dan adanya pengakuan terhadap HAM. Dan lagi, berada dalam keadaan majemuk adalah bukan kehendak kita, ini pilihan Tuhan, TUHAN menempatkan saya, anda dan kita semua di tengah kemajemukan. Kita percaya bahwa tentu penempatan ini mempunyai tujuan, rencana. Tetapi memang kita sering tidak serius menanggapinya. Kita kurang meresapi apa tujuan dari ini semua, apa sikap yg seharusnya kita lakukan, apa arti Amanah Agung bagi hidup kita, lingkungan tempat tinggal, kost, pekerjaan dll. Firman TUHAN berkata beritakanlah injil baik atau tidak baik keadaaannya, artinya dimana dan kapan saja. Kita khawatir agenda kekristenan kita secara pribadi dan organisasi tidakberpikir lagi soal PI. Sehingga kita tidak punya daya sebar seperti garam dan terang. Kekristenan seperti “ pelita dalam gantang ”. Untuk itu mari bersaksi dan menjadi teladan. Jadi pekabar injil melalui perbuatan, kata dan doa kita. Firman Tuhan berkata "beritakanlah Injil, baik atau tidak baik keadaanya". Sehingga Pemuda/I tidak ragu untuk mengatakan “ Ini Aku, Utuslah Aku TUHAN “ seperti yg dikatakan Yesaya ( Yesaya 6 : 1-9). Jangan sirnakan harapan masyarakat akan suara kenabian yang disuarakan GAMKI, jangan buat masyarakat apatis pada GAMKI, seoalah ada atau tidak ada GAMKI, nothing to lose! Masyarakat berharap pada GAMKI. Akhir kata, Banyak yg terpanggil sedikit yang terpilih. Selamat memperkuat gerakan !! Tinggilah Iman kita, Tinggilah Ilmu kita dan Tinggilah Pengabdian kita. Syalom. (2007)