Monday, October 13, 2008

KRISIS EKOLOGI-PANGAN-EKONOMI GLOBAL MAKIN BETAH BERSAMA KITA.

KEPANIKAN VERSUS SOLIDARITAS GLOBAL
Belum habis trauma dan efek Krisis ekonomi 97-98, masyarakat kembali di kejutkan kembali oleh berita Krisis Ekonomi Global. Walaupun Presiden dan Menteri-Pejabat Publik terkait berusaha menenangkan masyarakat utk tidak panik, tapi tetap saja kepanikan terjadi dimasyarakat, mulai dari pemain saham, pengusaha, hingga rakyat kecil yang permohonan kreditnya terancam di batalkan oleh Bank dan yg pemenuhan kebutuhan pokoknya terancam oleh kenaikan harga.
Telah kita ketahui saat ini Amerika Serikat sedang berada di ambang kehancuran financial sebagai imbas dari krisis ekonomi (dan juga berimbas ke Krisis Ekonomi Global tentunya). Trauma akan krisis ekonomi di tahun 1929 yang sering disebut Great Depression kembali menghantui Amerika. Pada saat itu dampak krisis itu menasional bagi rakyat Amerika Serikat, seperti kesulitan keuangan karena lapangan pekerjaan sedikit hingga kelaparan. Seperti mengulang kejadian Great Depression, dimana saat ini banyak saham-saham yang menjadi maskot Wall Street berguguran. Apalagi perusahaan sekelas Lehman brothers dan Washington Mutual menyatakan kebangkrutan. Belum lagi raksasa Asuransi AIG, sahamnya turun hingga 50 persen.
Efek dari krisis ekonomi dan finansial di USA telah merambat ke negara-negara di Asia dan Eropa. Banyak negara yang memberikan suntikan dana kepada lembaga keuangan supaya tidak tergerus arus krisis Ekonomi yang berasal dari Amerika Serikat. Amerika saat ini benar-benar terpukul akibat episode-episode krisis keuangan yang melanda negrinya. Krisis yang menghabiskan dana talangan hingga ratusan miliar dolar, dan masih belum banyak memberikan titik cerah bagi perkembangan Ekonomi AS, bahkan telah menjangkit ke beberapa kawasan dari Atlantik hingga Eropa dengan cepat.
Sumber asap: Ulah siapa?
Episode-episode krisis AS bukanlah merupakan rekayasa atau bentuk konspirasi negara lain terhadap AS, namun lebih disebabkan karena kerapuhan ekonomi domestik AS itu sendiri. Permasalahan ekonomi AS sebenarnya telah dimulai sejak 1990an, dimana ekonomi AS mulai menunjukkan defisit dalam current account (defisit perdagangan dan defisit fiskal). Bahkan penyakit defisit ini mulai meningkat drastis hingga US $ 664 Milyar di tahun 2004. Di tahun 2006, defisit AS telah mencapai 6.2% dari GDP AS.
Melihat Musabab Krisis Ekonomi melanda Amerika Serikat?
Mungkin ini menjadi pertanyaan bagi sebagian besar orang, mengapa negara super power dan terkenal kuat finansialnya bisa mengalami krisis moneter atau ekonomi. Dan kemungkinan berada di ambang kebangkrutan yang akan menyengsarakan rakyatnya dan sebagian besar negara di dunia. Dikutip dari hidayatullah.com, ada sebuah penjelasan dari Bpk Dahlan Iskan, pada Jawa Pos tanggal 28 september 2008, berikut rangkumannya. Sebuah perusahaan yang go public dituntut untuk meningkatkan laba hingga 20 persen tiap tahunnya. Tentang bagaimana caranya, CEO dan direktur yang akan mengaturnya. Pemilik perusahaan atau pemegang saham tidak mau tau yang penting harga saham naik dan laba terus meningkat. Mengapa harga saham harus selalu naik, alasannya adalah jika saham dijual maka harga saham harus lebih tinggi dari harga saham saat membeli. Dan mengapa laba harus naik? alasannya jika saham tidak dijual maka setiap tahunnya mereka bisa mendapat pembagian laba atau deviden yang bertambah banyak. Sehingga CEO selalu mencari cara untuk melakukan 2 hal di atas tadi. Alasannya agar tetap dapat mempertahankan jabatan dan gaji dan bonus yang selalu meningkat. CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali gaji Presiden Bush. Sehingga antara pemegang saham dan CEO menemukan sumbu temu untuk mendapatkan 2 hal di atas. Berbagai cara dilakukan hingga melibatkan pelaku politik, banyak kebijakan yang memungkinkan perubahaan aturan dan undang-undang untuk memungkinkan segala cara para CEO tersebut. Bagi pelaku politik keuntungannya adalah mendapatkan dana kampanye dan dukungan. Dengan cara ini ekonomi AS berkembang pesat, semua orang mampu membeli kebutuhan hidup. Sehingga AS memerlukan banyak barang. Jika tidak bisa dibuat di dalam negeri maka pesan dari negara lain. Maka tak heran China memiliki cadangan devisa terbesar yaitu 2 triliun USD karena memasok banyak barang ke AS. Sudah 60 tahun AS membesarkan perusahaan seperti itu, yang merupakan bagian dari ekonomi kapitalis sehingga AS menjadi penguasa dunia. Tapi itu belum cukup, segala hal harus yang terbaik, terkomputerisasi, bonus yang sudah besar harus dibuat lebih besar lagi. Disinilah ketamakan AS terlihat. Ketika semua orang sudah membeli rumah, seharusnya tidak ada lagi perusahaan penjual rumah bukan. Namun kenyataannya perusahaan harus meningkatkan penjualan untuk mendapatkan pertumbuhan laba. Maka dicarilah jalan agar rumah terjual lebih banyak. Jika orang sudah memiliki rumah maka diciptakan agar kucing dan anjing juga memiliki rumah. Termasuk mobil. Namun ketika "kucing dan anjing sudah memiliki rumah", siapa lagi yang harus membeli? Maka di tahun 1980, Pemerintah AS mengeluarkan keputusan ‘Deregulasi Kontrol Moneter’, intinya dalam kredit rumah, perusahaan real estate diperbolehkan menggunakan variable bunga. Artinya boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini merupakan peluang besar bagi perusahaan real estate, broker, asuransi dan keuangan. Kemudian pemerintah AS menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya, pembeli rumah diberi keringanan pajak. Bagi warga di negara maju, keringanan pajak akan mendapat sambutan luar biasa karena nilai pajak yang tinggi. Tahun 1990, dengan fasilitas pajak bisnis rumah meningkat hingga 12 tahun ke depannya. Dari mortgage 150milyar USD dalam setahun menjadi 2 kali lipat di tahun-tahun berikutnya. Tahun 2004, mortgage mencapai 700 milyar USD per tahun. Gairah bisnis rumah yang terus meningkat ini membuat para pelaku bisnis menghalalkan segala cara. Mulai dari iklan yang jor-joran, keluarnya lembaga investment bank, hingga melunaknya persyaratan KPR. Dalam pikiran pengembang, jika orang tidak bisa membayar kredit atau kredit macet, toh rumah masih bisa dijual karena perhitungannya tiap tahun harga rumah meningkat. Jadi mereka masih untung ketika terjadi kredit macet. Namun ternyata dalam jangka kurang dari 10 tahun, banyak kredit Macet. Banyak orang menjual rumah, harga menjadi turun sehingga nilai jaminan rumah tidak cocok lagi dengan nilai pinjaman. Satu per satu lembaga investment banking bergururan seperti efek domino. Berapa juta rumah yang termasuk mortgage? tidak ada data namun dari nilai uangnya sekitar 5 triliun USD. Jadi kalo George Bush meminta bantuan dana 700 milyar USD itu baru sebagian kecil. Kongres kawatir apakah harus menambah 700 milyar USD lagi jika yang pertama tidak berhasil. Kabar terakhir menyebutkan Kongres AS kemungkinan besar menyetujui rencana bailout ini. (Sebenarnya program 700 milyar dollar itu mirip dengan proyek Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berbiaya Rp 650 triliun dalam krisis moneter di Indonesia 1998). Peranan calon presiden Barack Obama dalam menggoalkan rancangan itu cukup besar. Dia terus terang mendukung program ini. Anggota kaukus kulit hitam di DPR dia lobi sehingga banyak yang berubah sikap dari menantang jadi mendukung program itu.Akhirnya program itu disetujui di Senat dan kemudian menang voting di DPR, Jumat, 4 Oktober lalu. Sikap Obama yang ‘’all-out’’ dalam menghadapi krisis ekonomi sekarang, membuat namanya lebih berkibar di hadapan pemilih dibanding John McCain, calon presiden dari Partai Republik. Obama tampak di atas angin berhadapan dengan John McCain yang selama ini merupakan pendukung laissez-faire.Tapi sementara itu perusahaan terus bertumbangan satu persatu sebagai korban dari krisis keuangan yang menurut para ahli paling parah setelah depresi terburuk atau Great Depression 1929.
Strategi defisit merupakan sumber permasalahan krisis yang menimpa AS selama ini. Dengan semakin rendahnya kinerja sektor riil AS tentu telah banyak mempengaruhi kinerja sektor keuangan yang makin babak belur. Meski inovasi dan kemajuan telah terjadi di pasar keuangan AS, namun tetap saja performa pasar keuangan merupakan representasi dari sektor riil. Sehingga resesi di sektor riil sudah pasti akan menciptakan krisis di sektor keuangan.
Pertanyaannya adalah, mengapa AS sekian lama mampu mempertahankan strategi defisit?dan siapa yang membiayainya?dan mengapa mereka mau membiayai defisit AS?Jawabannya terletak pada kekuatan status US Dollar yang diminati dunia, sebagai standar yang diterima umum dalam perdagangan internasional. Hal inilah yang secara umum mendorong bank-bank sentral dunia untuk memegang aset berdenominasi Dollar, sebagai cadangan (reserves). Strategi ini bertujuan untuk menstabilkan nilai tukarnya terhadap US Dollar. (Reinhart (2000) menjelaskan keadaan ini sebagai kondisi fear of floating, atau takut nilai tukarnya berfluktuasi). Kemudian, musabab lain adalah setelah Partai Republik dikalahkan Partai Demokrat dalam pemilihan umum sela akhir 2006, Presiden Bush menjalankan masa pemerintahannya dengan sulit. Adalah Bush sendiri yang dianggap sebagai penyebab utama kekalahan Partai Republik, antara lain, karena kebijakannya dalam Perang Iraq yang banyak dikecam rakyat Amerika sebab bakal menghabiskan dana 3 triliun dollar. Bush dianggap mengobarkan perang itu dengan alasan palsu, seperti senjata pemusnah massal yang tak pernah ditemukan dan kaitan Saddam Hussein dengan jaringan terorisme Al-Qaeda yang juga tak pernah bisa dibuktikan. Perang ini kemudian menjadi pemicu kenaikan harga minyak bumi dunia, dan menjadi salah satu pemicu terjadinya krisis keuangan ini. Sejak kekalahan dalam Pemilu sela akhir 2006, Bush menjadi bebek pincang (lameduck). Ia masih memerintah sebagai presiden tapi dengan kekuasaan yang lemah karena kongres dikuasai kelompok oposisi, Partai Demokrat. Dengan ditolaknya rancangan penyelamatan ekonomi Presiden Bush oleh DPR tadi, berarti sekarang Bush sudah tak didukung para anggota DPR dari Partai Republik, partainya sendiri.
Penyakit Menular
Krisis Finansial Amerika bak penyakit menular yang secara cepat menjangkit perekonomian negara-negara lain, termasuk INDONESIA. Bank Sentral Jerman bahkan tengah mempersiapkan pinjaman 35 miliar Euro (US $ 51 Miliar) untuk menyelematkan Hypo Real Estate (Peminjam terbesar kedua di sektor real estate). Hypo Real estate disebutkan sebagai salah satu dari 5 perusahaan yang mendapatkan penyelamatan pemerintah eropa dalam 3 hari terakhir. Beberapa perusahaan seperti: Fortis (Belgia, Belanda dan Luxemborg), Bradfod & Bingley (Inggris), Dexia (Belgia, Prancis dan Luxemburg) dan Glitnir (Iceland), juga ikut serta dalam daftar penyelematan.
Tentu krisis finansial harus dibayar mahal bagi dunia. Pertama krisis finansial membutuhkan dana talangan (Bail out) yang tinggi, dan menguras keuangan negara. Kedua krisis finansial sebagai jantung perekonomian telah menyebabkan mandeknya sektor riil karena aliran darah (uang) ke seluruh tubuh (sektor ekonomi) terhambat. Ketiga krisis finansial cenderung meningkatkan efek domino yang tinggi (its like a spagheti bowl effect, anda mungkin sulit mencari ujung-ujuangnya mie spageti). Keempat bagi bank-bank, kesulitan likuiditas akibat tingginya biaya dana. Bahwa dengan adanya krisis, bank harus mencari dana tambahan dengan meningkatkan pinjaman overnight dengan biaya bunga yang tinggi. Kelima krisis finansial mudah sekali berubah wujud menjadi kehancuran ekonomi yang menyebabkan hilangnya perkerjaan dan mendorong terjadinya kemiskinan. Di saat seperti inilah sekarang Amerika menghadapi krisis keuangan yang dahsyat yang menyebabkan banyak perusahaan raksasa yang selama ini menjadi ikon Amerika – semacam Lehman Brothers dan AIG -- jatuh bangkrut. Bisnis macet, pengangguran melonjak. Dan kini disebutkan ada tiga bank sedang terancam bangkrut: National City Corp, Downey Financial Corp, dan Sovereign Bancorp. Ketiga bank itu juga terkena imbas dari krisis kredit perumahan, subprime mortgage. Sebelumnya, Wachovia Corporation, salah satu bank besar dengan aset 783 milyar dollar (2007) dengan karyawan 122.000 orang, telah diambil-alih Wells Fargo, bank dari San Francisco. Wachovia betul-betul oleng. Padahal bank yang berpusat di Charlotte, North Carolina itu, sudah berusia 100 tahun, dan terbukti mampu menyelamatkan diri dari berbagai krisis, termasuk dari Great Depression 1929. Kali ini dia tersungkur. Sebelumnya, Washington Mutual Inc, bank simpan-pinjam terbesar di Amerika yang berkantor pusat di Seattle oleng dan diambil-alih The Federal Deposit Insurance Corp (FDIC), badan federal penjamin deposito. Badan itu menjual Washington Mutual Inc – biasa disingkat WaMu – seharga 1,9 milyar dollar kepada Bank JP Morgan Chase. Kemudian lembaga keuangan raksasa yang bangkrut di Amerika sepanjang September ini. Sebutlah Merril Lynch, Lehman Brothers, dan American International Group (AIG). Sebelumnya sudah bangkrut Fanny Mae, Freddy Mac, dan Bear Stearns. Semua ini kelas raksasa. Belum dihitung lembaga keuangan kelas menengah semacam IndyMac, bank dari Los Angeles yang bangkrut Juli lalu. Jumlahnya sudah puluhan. Maka kini raksasa keuangan yang masih tersisa di Amerika Serikat tak lagi banyak. Yang paling solid ada tiga, yaitu Bank of America, JP Morgan Chase, dan Citigroup. Itu pun tak berarti ketiganya bebas dari guncangan krisis. Senin, 29 September lalu, misalnya, ketiganya mengalami penurunan saham sampai lebih 10%. Citigroup tahun lalu sudah oleng terpaksa disuntik dana dari Timur Tengah dan China. Yang menjadi masalah, krisis keuangan ini sudah merembet ke mana-mana. Penjualan mobil – bisnis paling marak di Amerika setelah perumahan – sekarang amat lesu.S ulitnya pengucuran kredit bank ditambah ketidak-pastian banyak orang akan nasib pekerjaannya, menyebabkan bisnis mobil betul-betul melorot. Tahun ini diperhitungkan 500 sampai 600 dealer mobil akan tutup, lebih besar dari tahun lalu, 430 dealer, dan tahun sebelumnya, 295 dealer menutup usahanya.
Mengapa penyakit krisis finansial ini cepat menular?Jawabannya hampir sama seperti yang terjadi di Asia 1997, bahwa respon pelaku pasar yang asimetri, telah menyebabkan kepanikkan yang luar biasa sehingga menyebabkan perilaku-perilaku di pasar keuanan yang Irasionil. Hal ini tentu disebabkan oleh permasalahan yang kompleks, termasuk bagaimana respon pengambil kebijakan mempengaruhi ekspektasi masyarakat dan sebaliknya. Di sisi lain kemajuan teknologi informasi di pasar keuangan, telah banyak mempengaruhi aliran informasi dengan cepat. Dan mendorong perilaku yang cepat pula. Hal inilah yang secara umum menyebabkan krisis menyebar. Dan ini berpotensi berlangsung di Indonesia, kepanikan yang kemudian dapat memperkeruh ekonomi.
Sampai kapan krisis berakhir?
Tak ada ahli yang berani meramalkan dengan tegas. Profesor Paul Krugman, guru besar ekonomi di University of Princeton dan kolomnis The New York Times, berpendapat bahwa yang amat mengkhawatirkan, pemerintah sama sekali tak berfungsi dalam menghadapi krisis besar ini. Kongres tak sedikit pun mempercayai Gedung Putih kata Paul Krugman (The New York Times, 30 September 2008). Sistem Kapitalis Gaya Amarika Terancam Ambruk
Joseph Stiglitz, salah seorang pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi mengingatkan negara-negara yang selama ini meniru sistem kapitalisme gaya Amerika, bersiap-siaplah menghadapi "kehancuran". Pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi Joseph Stiglitz mengingatkan negara-negara yang selama ini meniru sistem kapitalisme gaya Amerika, bersiap-siaplah untuk menghadapi "kehancuran" ekonominya. Ia mengatakan, upaya penyelamatan yang diumumkan pemerintahan George W. Bush berupa kucuran dana sebesar 700 milyar dollar serta rencana nasionalisasi sejumlah bank merupakan tanda-tanda kematian sistem kapitalisme ala AS. "Orang-orang di seluruh dunia dulu sangat mengagumi sistem perekonomian kita, dan kami mengatakan jika anda ingin seperti kami, inilah hal-hal yang harus kalian lakukan--serahkan kekuasaan pada pasar. Yang jadi persoalan sekarang, mereka yang tidak menghormati model itu lagi yang kini menjadi penyebab krisis ini terjadi," kata Stiglitz pada Washington Post . Seperti kita ketahui, hari Jumat kemarin, Presiden Bush mengumumkan rencana penyelamatan baru senilai 700 milyar dollar dan untuk pertama kalinya pemerintah AS memberikan otorisasi pada Departemen Keuangannya untuk membeli bukan hanya pinjaman-pinjaman hipotek yang macet, tapi juga bank-bank yang bermasalah. Kebijakan nasionaliasi secara parsial dalam industri perbankan, merupakan langkah baru yang diambil pemerintahan Bush dari sejumlah langkah yang dilakukan untuk menstabilkan perekonomiannya akibat hantaman badai krisis keuangan. Meski langkah nasionalisasi tersebut oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai langkah yang kurang perhitungan. Sejauh ini, pemerintah AS sudah mengambil alih lembaga-lembaga pinjaman seperti Fannie and Freddie Mac serta memberikan kucuran dana untuk menyelamatkan perusahaan asuransi terbesar di AS, AIG. Lebih lanjut Stiglitz mengatakan, krisis keuangan di AS yang menjalar menjadi krisis keuangan global bahkan lebih buruk dari Great Depression pada era 1930-an membuka mata masyarakat internasional akan rapuhnya sistem kapitalisme yang dianut Negeri Paman Sam. Sistem ini terbukti, pada akhirnya hanya membuat mereka yang menganutnya menjadi sengsara. "Setiap orang merasa, penderitaan yang mereka alami sekarang karena ulah kami," ujar Stiglitz. Dunia kini sedang mengkhawatirkan akan terjadinya resesi global, melihat kondisi sejumlah bursa saham di dunia ikut anjlok mulai dari Eropa, Asia sampai Timur Tengah. Sejumlah negara bahkan sempat menghentikan perdagangan di bursa sahamnya, antara lain Rusia, Austria, Islandia, Rumania, Ukraina, Brazil termasuk Indonesia. Di Korea, Menteri Keuangan Korea Selatan sampai mengatakan,"Banyak orang Korea bertanya, bagaimana bisa negara Amerika Serikat bisa menjadi begitu lemah." Pada akhirnya, moral negara besar seperti AS yang selama ini membangga-banggakan sistem kapitalisme yang dianutnya ke berbagai negara di dunia, dipertanyakan setelah AS sendiri tidak mampu membuktikan bahwa model ekonomi yang dianutnya adalah model ekonomi yang bisa mensejahterakan umat manusia. Negara-negara yang selama ini, menghindar dari ajakan AS untuk mengikuti model ekonominya, terbukti tidak terlalu terpengaruh dengan krisis keuangan global yang terjadi saat ini. Direktur Peterson Institute for International Economics, C. Fred Bergsten mencontohkan salah satu negara itu adalah China. "Jika Anda melihat di seluruh dunia, China jauh lebih baik sekarang dibandingkan AS. China, yang selama ini bertahan untuk tidak mengikuti seruan Washington dan Wall Street agar mengadopsi gaya kapitalisme Amerika, nampaknya tidak terlalu terpengaruh oleh kehancuran ekonomi yang terjadi saat ini," papar Bergsten. Sistem keuangan dunia berada di ambang "hancur-lebur" secara sistemik. Demikian kata direktur Dana Moneter Internasional, IMF, di Washington, dalam peringatan yang dikeluarkannya.
Penutup
Ketidak-pastian akan nasib ekonomi negeri super-power yang sedang dilanda krisis keuangan dahsyat itu tentu berpengaruh ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, negeri yang punya hubungan politik dan ekonomi sangat dekat dengan Amerika. Dan tak elok rasanya jika kita saling menuduh dan menyalahkan ditengah ancaman Krisis Global ini. Dan lebih tak tepat juga jika kita berada dalam kondisi khawatir berlebihan hingga panik.
Penting bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan informasi sebanyak mungkin untuk mencegah terjadinya rush besar-besaran terhadap bank-bank di Indonesia. Tentunya Krisis Ekonomi yang terjadi tahun 1997 tidak ingin kita ulangi lagi bukan. Rakyat jelas masih trauma dan belum bisa menarik napas lega dengan krisis ekonomi 97 yg hingga sekarang belum tuntas.
Krisis ekonomi global memerlukan reaksi bersama internasional. Belajar dari krisis 97, kekhawatiran yang berlebihan mendorong sistem keuangan secara khusus Indonesia ke ambang kehancuran sistemik. Karena itu hindari kepanikan. Jangan ada yang meraup keuntungan dengan mengorbankan potensi ekonomi rakyat banyak. Kita berada dalam situasi ini bersama-sama dan kita harus melewatinya bersama-sama. Inilah tantangan solidaritas nasional bahkan global. Doa dan usaha kita bersama mudah-mudahan dunia tidak terpuruk dalam krisis ekonomi berkepanjangan.
Referensi :
  1. http://iamtheeconomist.blogspot.com/ : MENGURAI KUSUTNYA KRISIS FINANSIAL AMERIKA Oleh : Dias Satria SE.,M.App.Ec - Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Brawijaya - Peneliti INSEF.
  2. http://www.hidayatullah.com/ :
  • Amerika Serikat Sekarang Republik Pisang : Amran-nasution
  • Peraih Nobel: Matinya Kapitalisme AS
  • IMF: Amerika Benar-benar Memasuki Masa Resesi Ekonomi

Thursday, October 09, 2008

BANJIR BUKAN TAKDIR

Visit Banjir Indonesia. happy b"day banjir...
Setelah 17 tahun tertidur, Indonesia kembali mencanangkan Tahun Kunjungan untuk mendatangkan 7 juta wisatawan mancanegara. Sebenarnya, bagi negeri berpanorama indah, jumlah ini terbilang kecil, tetapi pencanangan ini penting untuk memulai komitmen baru.
Bagaimanapun, pariwisata terkait erat dengan lingkungan hidup, nilai-nilai sosial, investasi dan keamanan. Nah disini muncul satu Ironi, saat start bendera Visit Indonesia Year dikibarkan, bukan berita indah yang muncul, tetapi banjir, kesemrawutan pengelolaan bandara, kemiskinan, flu burung, demonstrasi anarkis dan lainnya.
Secara khusus soal banjir. Tahun ini kembali kambuh "rutin", seolah ulang tahunan dia datang secara meiah dan tepat waktu. Ini memalukan. Benarkah Indonesia berkomitmen membangun masa depan pariwisatanya? Banjir yang (lagi-lagi) kembali melanda beberapa daerah di Kalimantan, Pekan Baru, Ibu Kota Jakarta, Medan (dan berbagai kabupaten di Sumatera Utara ) dan puluhan daerah lain di Negeri ini yang terpublikasi maupun yang tidak terpublikasi (disengaja atau tidak disengaja utk tidak dipublikasikan oleh Pemerintah Lokal setempat utk menutupi banyaknya anggaran pembangunan yang dialih pos atau telah di korupsi).
Apabila kita melihat sebab utama banjir tersebut bukan semata-mata proses alamiah karena meningkatnya intensitas hujan, tetapi bencana banjir yang ada saat ini seiring dengan semakin meningkatnya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan tidak terkendali. Banjir yang terjadi merupakan dampak atas kebijakan pembangunan yang belum memberikan sentuhan positif terhadap tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam. Mengutip dari Web Walhi, utk Kasus banjir di Kalimantan Pjs. Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, Hegar Wahyu Hidayat mengatakan "Pemerintah Daerah tidah pernah mau belajar, karena banjir ini telah terjadi berulang-ulang dari tahun ke tahun, maraknya penerbitan izin tambang dan konversi hutan menjadi perkebunan sawit skala besar menjadi penyebab utama bencana banjir ini dan bila terbukti ada perusahaan tambang atau sawit yang berperan besar dalam rusaknya hutan yang mengakibatkan banjir ini maka Walhi meminta pemerintah daerah mencabut izin operasi mereka.Rendahnya tingkat kemampuan hutan sebagai kawasan penyerap air, penyimpan air, dan mendistribusikannya secara alamiah menyebabkan banjir tersebut. Kondisi hutan yang semakin rusak akibat adanya penghancuran sumber daya alam lah yang yang menjadi penyebab semua ini. Data kondisi hutan terakhir menunjukkan tingginya deforestasi hutan Kalsel terutama dikawasan pegunungan Meratus menunjukkan luas areal hutan pada tahun 2006 sebesar 986 ribu hektar, sedangkan kawasan hutan lindungnya 433.677 hektar dan yang telah terambah oleh pertambangan dan perkebunan sawit mencapai 142.523 hektar.
Saya rasa persoalan yang diungkapkan Wahyu Hidayat diatas besar kecilnya juga dialami dibanyak daerah. Sehingga terjadi banjir yang bukannya semakin terantisipasi oleh Pemerintah, justru makin hari banjir terus berlangsung dan kualitas serta kuantitasnya semakin besar. Ini aneh bin ajaib. Lantas apa yg pemerintah kerjakan? Ironi. Bukannya kerja keras tuntaskan banjir, eh justru ada aparatur pemerintahan seolah cuci tangan menyampaikan bahwa banjir disebabkan oleh warga itu sendiri. Ok lah warga juga bersalah dengan sampah yg di buangnya. Tetapi jika lebih transparan bukankah tugas pemerintah utk menyadarkan warga, menata system persampahan dan menciptakan ruang serap air sehingga efek sampah bisa terantisipasi. Lantas apa tanggung jawab pemerintah dengan semakin tidak adanya ruang serap air di banyak perkotaan karena sisitem pembangunan yg tidfak terencana dan selaras lingkungan ? Ini jugalah yg persoalan di dunia belakangan ini dgn isu Pemanasan Global. Indonesia sebagai paru-paru dunia dinilai tidak becus menjaga hutannya ditengah ancaman tenggelamnya bumi oleh pencairan es di kutub. Ini menjadi persoalan yg perlu kita secara bersama memperhatikannya. Jadi, jelaslah bahwa kesalahan dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kemampuan daya dukung atas lingkungan merupakan penyebab utama dari bencana banjir tersebut. Juga jelas terlihat bahwa eksploitasi sumber daya alam tidak pernah memperhatikan aspek ekologis serta social. Yakin saja, komitmen Indonesia untuk pencanganan tahun kunjungan wisata di Indonesia bisa saja akhirnya menjadi wisata banjir dan mempertontonkan kesembrawutan di Indonesia. Wisata kesembrawutan kemacetan lalu lintas, wisata banjir, wisata tawuran, wisata demonstarasi anarkis akibat pilkada dan ormas anarkis, wisaya kesembratutan pengelolaan penerbangan, wisata seks, dll. Yang jelas ini semua bukan takdir, melainkan kebobrokan manusia yang sering diatasnamakan takdir utk alasan pembenaran. Dan jika hal-hal seperti banjir saja tak bisa ditangani, bukan cerita baik yang akan dibawa pulang wisatawan. Bukan sekadar backfired, sejarah akan mencatat Indonesia sebagai negara yang memperkenalkan kampanye baru, Visit Banjir Indonesia 2008. Referensi : Opini RHENALD KASALI, Visit “Banjir” Indonesia 2008, KOMPAS, Sabtu, 16 Februari 2008, halaman 6 dan Web Site Walhi : http://www.walhi.or.id/