KENEKATAN DPR melanjutkan pembangunan gedung baru kian membuat publik geram. Saking geramnya, mereka berbondong-bondong melakukan gugatan ke pengadilan.
Pihak yang digugat terutama Ketua DPR Marzuki Alie dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya dianggap paling bertanggung jawab atas kelanjutan proses pembangunan gedung baru DPR meski arus penolakan publik begitu kuat.
DPR, sejak reformasi 1998, memang tidak lagi sebagai lembaga onderbouw eksekutif seperti di zaman Orde Baru. DPR telah berubah menjadi pusat kekuasaan yang bahkan melebihi kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
Dengan kekuasaannya itu, DPR sekarang seenaknya melahirkan segala kenikmatan dan kemewahan. Rencana pembangunan gedung baru di Senayan yang menelan biaya Rp1,1 triliun itu hanyalah sebagian contoh bagaimana mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat itu begitu mudah menghambur-hamburkan uang rakyat, sekaligus juga contoh bagaimana mereka lebih mengutamakan kemewahan ketimbang memperhatikan kesengsaraan rakyat.
Di gedung baru DPR itu, setiap anggota DPR plus enam stafnya nanti akan menghuni ruang seluas sekitar 120 meter persegi seharga lebih dari Rp800 juta. Itu setara dengan harga apartemen mewah di Jakarta.
Gedung baru DPR itu juga lebih wah daripada gedung lembaga negara yang mana pun karena akan dilengkapi fasilitas mewah seperti kolam renang, fitness centre, spa, pijat refleksi, pertokoan, koperasi, apotek, dan fasilitas lain. Ia memang lebih mirip kompleks hunian mewah ketimbang kantor legislatif.
Padahal, anggota DPR telah memperoleh berbagai kenikmatan. Mulai dari renovasi rumah dinas, gaji, uang sidang, pelesiran, dan berbagai bentuk kenikmatan lain.
Lantas mengapa pemerintah seakan tidak berdaya menyetop nafsu DPR membangun gedung baru itu? Jawabannya sederhana. Setiap pengesahan RAPBN atau RAPBN perubahan selalu sarat dengan patgulipat.
Publik tentu belum melupakan ketika DPR mengesahkan RAPBN Perubahan 2010 kendati anggaran yang disodorkan pemerintah tanpa disertai rincian program. Sebab, dalam RAPBN Perubahan 2010 terdapat anggaran sebesar Rp1,1 triliun untuk sebelas komisi di DPR, yang juga tanpa rincian program.
Pembangunan gedung baru DPR itu jelas menambah dahsyat kebusukan wakil rakyat. Celakanya, yang dinilai busuk itu tetap merasa diri terhormat dan bahkan semakin gila hormat. Amit-amit....
Pihak yang digugat terutama Ketua DPR Marzuki Alie dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya dianggap paling bertanggung jawab atas kelanjutan proses pembangunan gedung baru DPR meski arus penolakan publik begitu kuat.
DPR, sejak reformasi 1998, memang tidak lagi sebagai lembaga onderbouw eksekutif seperti di zaman Orde Baru. DPR telah berubah menjadi pusat kekuasaan yang bahkan melebihi kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
Dengan kekuasaannya itu, DPR sekarang seenaknya melahirkan segala kenikmatan dan kemewahan. Rencana pembangunan gedung baru di Senayan yang menelan biaya Rp1,1 triliun itu hanyalah sebagian contoh bagaimana mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat itu begitu mudah menghambur-hamburkan uang rakyat, sekaligus juga contoh bagaimana mereka lebih mengutamakan kemewahan ketimbang memperhatikan kesengsaraan rakyat.
Di gedung baru DPR itu, setiap anggota DPR plus enam stafnya nanti akan menghuni ruang seluas sekitar 120 meter persegi seharga lebih dari Rp800 juta. Itu setara dengan harga apartemen mewah di Jakarta.
Gedung baru DPR itu juga lebih wah daripada gedung lembaga negara yang mana pun karena akan dilengkapi fasilitas mewah seperti kolam renang, fitness centre, spa, pijat refleksi, pertokoan, koperasi, apotek, dan fasilitas lain. Ia memang lebih mirip kompleks hunian mewah ketimbang kantor legislatif.
Padahal, anggota DPR telah memperoleh berbagai kenikmatan. Mulai dari renovasi rumah dinas, gaji, uang sidang, pelesiran, dan berbagai bentuk kenikmatan lain.
Lantas mengapa pemerintah seakan tidak berdaya menyetop nafsu DPR membangun gedung baru itu? Jawabannya sederhana. Setiap pengesahan RAPBN atau RAPBN perubahan selalu sarat dengan patgulipat.
Publik tentu belum melupakan ketika DPR mengesahkan RAPBN Perubahan 2010 kendati anggaran yang disodorkan pemerintah tanpa disertai rincian program. Sebab, dalam RAPBN Perubahan 2010 terdapat anggaran sebesar Rp1,1 triliun untuk sebelas komisi di DPR, yang juga tanpa rincian program.
Pembangunan gedung baru DPR itu jelas menambah dahsyat kebusukan wakil rakyat. Celakanya, yang dinilai busuk itu tetap merasa diri terhormat dan bahkan semakin gila hormat. Amit-amit....