Tuesday, August 12, 2008

Melawan Ego dan Penindasan dengan Menjadi Saluran Berkat

Nats : Habakuk 2 : 6-14
Disampaikan Pada Ibadah Minggu di HKI Petisah (10/8-08)
Mengawali Khotbah : Ilustrasi 111/hp/doc* * * *
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita. Kita hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan menjadi hakim yg mengklaim atas suatu peristiwa. Kecuali kalau kita sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai?
"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."--------------------------------------- Gambaran seperti ini jugalah yang terjadi pada konteks Kitab Habakuk.
Latar Belakang
Habakuk mengasihi Allah dan membenci dosa. Dia sangat marah hingga sukar baginya untuk memahami apa sebabnya Allah tidak bertindak untuk mencegah kekacauan dalam bidang sosial politik dan ekonomi yang semakin menjadi-jadi di negerinya.
Ketidakadilan dalam masyarakat merajalela, akibatnya kaum berkuasa, bangsawan, pejabat negara menindas kaum lemah dan rakyat jelata yang miskin. Kesedihan akibat kekerasan dan kejahatan yang ia lihat di sekitarnya membuat ia semakin kecewa. Yerusalem diserang Kasdim, perabotan Bait Allah dijarah, dan 10.000 orang Yahudi dibawa selaku tawanan ke Babel. Hal ini membuat Habakuk menjadi bingung mempertanyakan Allah (Hab 1:12-13) Habakuk marah melihat situasi hidup keadaan tanah Yehuda (Hab 1:1-2). Di tengah penantian ini, Habakuk terus berseru dengan tekun kepada Tuhan untuk segera menyatakan keadilannya terhadap situasi yang tengah terjadi. Jemaat terkasih, disini Habakuk begitu emosi, karena menafsirkan realita dengan kaca matanya sendiri. Dalam dialognya dengan Tuhan ia bertanya, “Mengapa Tuhan sering terlihat berbeda dalam menghadapi kejahatan; Mengapa Tuhan tidak menghukum kejahatan?”: ‘Bagaimana mungkin Allah yang Maha Kudus menghukum umat-Nya yang berdosa dengan memakai bangsa Babel yang fasik? Kemudian Seruan Habakuk di ayat 2, “Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar” : ini semua menunjukkan bahwa seruan dan teriakkan Habakuk ini bukan hanya terjadi satu atau dua kali. Melainkan seruan dan teriakkan ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya - bahkan sampai terjadi perubahan pemimpin pemerintahan - tetapi tidak ada perubahan keadaan yang nyata. Tuhan tampaknya tidak berbuat apa-apa, Tuhan seperti bisu dan tidak peduli pada umatnya dengan berbagai pergumulan mereka. Tapi kenyataan ini membuat Habakuk tidak berhenti untuk berseru kepada-Nya. Terhadap segala jawaban dan Firman Tuhan ini, Habakuk mengambil sikap positif untuk menanti dengan tekun (2:1). Habakuk sabar menanti dan mengamati respon Tuhan Habakuk mengamati dan menunggu sekian lama (Habakuk 2:1-3).
Allah justru menjawab bahwa DIAlah yang membangkitkan bangsa Kasdim yang menindas bangsa Yehuda (Hab 1:5-6).Terungkap kedaulatan Allah menggunakan bangsa kafir untuk menghukum umat-Nya yang jahat, dan memang ketika Israel melakukan banyak dosa kesombongan dan penindasan, maka Allah menghukum mereka melalui bangsa Kasdim dan pembuangan Babel, sehingga apa yang disombongkan Israel sirna seketika. Dan mata iman Habakuk mengajarkan bahwa penghukuman Allah, adalah cara Allah untuk mendidik Israel, untuk kebaikan masa depan israel, untuk mau bertobat dan menyadari bahwa kesombongan hidup tidak boleh dilakukan. Habakuk sadar bahwa Habakuk selama ini telah salah menginterpretasi fakta. Menganggap Allah membiarkan semua yg terjadi karena tega. Itulah sebabnya ketika habakuk melihat segala sesuatu melalui kacamata iman, dia justru mengeluarkan satu kalimat indah yang menjadi kalimat yang sulit dimengerti oleh manusia di dunia. Hab 3:17-19 : Sebab bagaimana mungkin sekalipun pohon ara tidak berbunga, … dan tidak ada lembu sapi dalam kandang namun , "Aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkanku." Disini ada satu perubahan di dalam hidup Habakuk yang mengakibatkan juga perubahan dalam menafsirkan realita. Faktanya tidak berubah, apakah realitanya berubah? Tidak! Apakah penindasan yang sudah terjadi menjadi hilang? Tidak. Tetapi cara pandang habakuk melihat yg terjadi membuat Dia semakin sadar. Saudara, setelah Habakuk mencapai kesimpulan ini Ia tidak pernah marah lagi meskipun keadaan boleh tetap buruk. Jika Alkitab mengatakan Habakuk memulai ps ini dengan doa menurut nada ratapan. Kalau sebelumnya Habakuk marah-marah sekarang justru Habakuk penuh belas kasihan. Ketika Habakuk melihat bahwa Tuhan akan menjatuhkan murka, dia sempat mensisipkan satu kalimat, "Tuhan dalam murkaMu ingatlah akan kasih sayang!" Kini Perubahan Habakuk terjadi karena perubahan cara melihat dan mengerti realita, ini yang membuat Habakuk memiliki jiwa besar dan menjadikan kita tidak hidup dalam ketegangan dan stress. Ini keuntungan yang pertama. Sekalipun keadaan bertambah parah namun Habakuk memiliki reaksi yang berbeda sama sekali. Habakuk ketika dikunci oleh berbagai realita yang ada di depan dia hatinya begitu emosi dihadapan Tuhan. Dalam kondisi seperti ini Habakuk sulit sekali melihat apa yang Tuhan lihat. Ketika Habakuk mulai berhenti dan mulai berdiam untuk melihat apa yang Tuhan kerjakan pada saat itulah wawasan dia mulai berubah. Dari sudut pandang Allah inilah Habakuk mulai melihat apa yang Tuhan kerjakan, bagaimana Tuhan akan menegakkan keadilan&bagaimana semua kejahatan ini akan ditindak. Inilah juga yang seharusnya menjadi sasaran yang kita bisa capai dalam perjalanan hidup kita. Jika seseorang sudah sampai kepada komitmen seperti Habakuk maka hidup dia akan melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda. Manusia sering melihat segala sesuatu berdasarkan standardnya. Sering manusia memuji Tuhan jika merasakan berkat Tuhan dalam hidup Anda. Coba kalau Tuhan memebrkati, banyak orang akan berterima kasih toh sama Tuhan. Kalau mengalami penderitaan, maka tidak sedikit yang mengeluh sama Tuhan. Konsep bisnis, kalau Tuhan berkati, maka banyak orang akan persembahan, mengucap syukur, dan memuji. Kalau Saya menerima, maka saya ‘membalas’ memberi. Kalau Saya ndak dapat apa-apa, ya ndak memberi. Emangnya apaan? Itu mah konsep bisnis. Take and give. Tetapi puji Tuhan atas hukuman Tuhan? Puji Tuhan karena mereka menderita? Atau puji Tuhan karena Saya tidak mengalami pencobaan tersebut? Atau puji Tuhan karena Saya menderita? Mengalami penderitaan, kita malah puji Tuhan? Karena kita selalu memandang pada berkat sebagai tolok ukurnya. Kalau ada berkat puji Tuhan. Kalau ndak ada, ya wis. Jadi kita tidak pernah memandang pada Tuhan yang sebenarnya. Kita memandang berkat dulu baru Tuhan. Maka tidak heran pada waktu badai datang, hidup kita down. Waktu berkat datang, kita serasa melayang. Dalam situasi kehidupan yang tidak nyaman dan tidak kita harapkan seringkali kita merasa sendirian tanpa Allah ataupun rekan yang dapat mengerti dan mendukung kita. Sering kita merasa Allah tidak berperasaan dan hanya bisa diam saja, sampai akhirnya kita menjadi kecewa dan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Dalam situasi yang sangat terjepit seperti itu, masihkah kita bisa percaya dan mempercayakan hidup dan pergumulan kita kepada-Nya? Bnk. AYUB Sebagai anak Tuhan yang telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus, seharusnya kita tetap arahkan pandangan kita kepada Tuhan. Waktu berkat datang, tetap melihat Dia, memuji Dia memperbolehkan kita merasakan anugerahNya yang seharusnya tidak layak kita terima. Waktu penderitaan datang, pandangan tetap kepada Tuhan Yesus, memohon kekuatan untuk melewati pencobaan itu. Menyadari bahwa pencobaan tersebut tidak melebihi kekuatan kita, dan masih dalam kendali Allah. Karena itu, pergumulan adalah proses dimana Tuhan mau kita alami untuk menuju ke kedewasaan rohani. Saudara, ketika Habakuk mengambil kesimpulan dalam Hab 3, apakah kemudian dengan demikian dia lolos daripada segala sesuatu? Tidak! Sejak Habakuk berteriak-teriak sampai akhirnya Zedekia jatuh, bukan hanya babel yang mempunyai waktu yang cukup panjang kira-kira 8 sampai 12 tahun. Dalam kondisi seperti ini Habakuk sadar jika dia mengambil komitmen dihadapan Tuhan itu komitmen yang tidak tergantung atau tidak terkondisi. Ini membuktikan bahwa orang Kristen pun tidak akan lolos dari penderitaan. Mengapa kita mengambil komitmen? Bukan karena saya tidak melihat masa depan tetapi justru karena saya sudah mendengar dan mengerti firman, ini yang menjadi dasar saya mengambil komitmen. Mari kita belajar bertumbuh seperti Habakuk. Pergumulan tidak salah. Tidak ada orang Kristen yang bertumbuh tanpa pergumulan. Hanya masalahnya sesudah pergumulan ada kemajuan atau tidak! Saudara mari kita maju. Mari kita belajar di dalam kesulitan, kita justru belajar bukan menjadi orang Kristen yang pasif, pragmatis, marah, menyesali situasi tetapi justru kita bisa maju secara positif. Saudara, seberapa besar kita dapat tetap percaya kalau Tuhan itu berkuasa dan berdaulat untuk menjadi pembela kita di tengah pergumulan, ketidakadilan dan kegagalan yang menimpa kita? Seberapa berani kita mempercayakan hidup kita kepada-Nya ketika situasi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita sepertinya terjadi di luar kontrol Tuhan? Bila segala sesuatu tampak tak terkendali dan di luar rencana shg mengganggu kenyamanan, bagaimana kita menghadapinya? Pesannya amat kuat dan jelas. Iman tidak boleh ditentukan oleh berkat Tuhan. Iman tidak ditentukan oleh baiknya situasi. Iman kepada Tuhan tidak boleh berubah relatif sesuai dengan apa yang enak atau tidak enak bagi kita. Dalam bahasanya sendiri Habakuk berdoa, “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon bakung tidak berbuah ... kambing domba terhalau dari kurungan ... namun aku akan bersorak-2, beria-ria di dalam Allah penyelamatku.” Apakah iman yg sedewasa ini menjadi milik kita? Pandanglah kehidupanmu dari sudut pandang Allah Penilaian seperti ini membatasi seseorang untuk mengasihi orang lain. Kalim atas sesuatu yg terjadi yg terlalu dini bisa membuat terluka orang lain. Dan Cara saudara memandang kehidupan kan membentuk kehidupan saudara. Kalau saudara memandang kehidupan adalah sebuah pesta, maka nilai utama saudara dalam hidup adalah bersenang-senang. Jika saudara melihat kehidupan sebagai sebuah balapan, maka saudara akan menghargai keceptan dan mungkin akan seingkali terges-gesa. Jika saudar memmandang kehidupan sebagai sebiuah pertempuran atua permainan, menang akan menjadi sangat penting bagi saudara. Bgimanakah saudara memandang kehidupan? Cara saudara memandang kehidupan akan menentukan tujuan hidup saudara. Hidup ini singkat namun juga kekal. Kehidupan bukan hanya ada sekarang ini. Apabila saudara sepenuhnya memahami bahwa kehidupan ini bukan sekedar yang ada sekarang dan saudara memahami bahwa kehidupan hanyalah persiapan untuk menghadapi kekekalan, saudara akan hidup dengan berbeda - maka nilai-nilai hidup saduara akn berubah. Prioritas-prioritas saudara akan ditata ualng. Paulus berkata:” Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (Php 3:7) Belajar dari Habakuk, setiap orang percaya seharusnya dapat tetap percaya kepada Tuhan meskipun berada di tengah keadaan yang tidak diharapkan. Mari memiliki Keyakinan yang teguh kepada Allah yang berdaulat di tengah situasi yang tidak memungkinkan. Kiranya ini menjadi kekuatan bagi kita. -------------------------------- Masalahnya, mengapa seseorang sulit untuk mencapai komitmen seperti ini? Manusia masih dikuasai oleh egosentrik yang sangat besar. Psikologi humanis membuat dunia ini justru celaka karena mengajarkan self exsistence : menegakkan aktualisasi diri dan seluruh hak harus dicukupkan baru setelah semuanya itu manusia baru dapat hidup dengan baik. Iklan mengajarkan : kunci kebahagiaan adalah memiliki barang ini, produk terbaru, dapat bonus dll. Hidup berpusat pada diri itu mencelakakan seluruh masyarakat. Mengacu kepada Nats kita harus bercermin bahwa ketika masing-masing mementingkan kepentingannya sendiri, maka itu merupakan realita dosa. Di sini juga kita bisa melihat bahwa Tuhan dapat menggunakan sesuatu yang tidak biasa untuk memperbaiki kita. Walaupun Allah memakai bangsa Kasdim untuk menghukum Israel, bukan berarti Allah mengizinkan kesewenangan yg dibuat Kasdim. Allah menentang kesewenangan, penindasan, ketamakan, keserakahan. Penghukuman itu tampak dalam Nats Khotbah kita siang ini :
Ada beberapa criteria yang akan celaka – dihadapan keadilan Allah. 2:6 Bukankah sekalian itu akan melontarkan peribahasa mengatai dia, dan nyanyian olok-olok serta sindiran ini: Celakalah orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya -- berapa lama lagi? -- dan yang memuati dirinya dengan barang gadaian. 2:8 Karena engkau telah menjarah banyak suku bangsa, maka bangsa-bangsa yang tertinggal akan menjarah engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu. 2:9 Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya, untuk menempatkan sarangnya di tempat yang tinggi, dengan maksud melepaskan dirinya dari genggaman malapetaka! 2:10 Engkau telah merancangkan cela ke atas rumahmu, ketika engkau bermaksud untuk menghabisi banyak bangsa; dengan demikian engkau telah berdosa terhadap dirimu sendiri. 2:12 Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan. Sifat serakah dari manusia tidak pernah ditelorir oleh Allah. orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya dan yang memuati dirinya dengan barang gadaian. orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan.
Mereka yg berlaku diatas disampaikan akan celaka. Pengertian Nats ini sangatlah luas. Seseorang yang mengambil hak orang lain untuk kepentingan dirinya, rumah tangganya, anak-anaknya, apapun alasanya tidak dibenarkan Allah. Sekalipun sudah terdesak, sekalipun semua orang ditempat pekerjaan kita melakukannya, jangan mengambil keuntungan, segala sesuatu yang bukan hak kita. Karena itu bukan jalan berkat yang dari Allah. Ketika karena keperluan ekonomi kita memaklumkan, mensahkan adanya dosa, maka itu artinya kita meragukan pemeliharaan Alah. Seolah tanpa itu kita tidak akan dapat hidup, kita tidak akan dapat apa-apa. Allah mengerti akan kebutuhan kita, dan dia dengan caraNya akan mencukupkan kita, sesuai dengan pemikirannya, bukan pemikiran kita. Kapan itu sesuai dengan waktunya, bukan atas desakan waktu kita. Semua dosa itu adalah penampakan dari keserakahan manusia. Ada semua kalimat bijak Gandhi : seluruh keperluan mahluk hidup dibumi disediakan secara cukup oleh bumi, akan tetapi bias kurang buat 1 orang yang tamak. Sikap tamak ini memiliki banyak efek : buat dirinya sendiri : rasa tidak nyaman dan tidak menikmati hidup, merasa terus kurang, bukannya menjadi berkat menjadi orang lain, justru bahkan berpotensi menjadi kutuk buat orang lain atau orang sekitarnya. buat orang lain : akan terintimidasi, Karena ketamakan manusialah maka alam rusak, tanah yang dulu kualitasnya baik, kini karena ingin hasil tani yg berlimpah puluhan tahun masyarakat mengeploitasi alam dengan memakai zat kimia – pemakaian segala sesuatu memaksa alam berlebihan. Kualitas air tercemar karena ketamakan industri. Kualitas udara dll. Bencana datang. Walaupun orang berdosa bisa sukses, kesuksesan tersebut bersifat sementara. Kita tidak perlu iri bila melihat kesuksesan orang berdosa sebab kesuksesan mereka itu bersifat sementara dan berujung pada hukuman Allah. Mengikuti ilustrasi Tentu saja kita harus ekstra hati-hati, agar tidak dengan gampangnya mengatakan setiap sukses atau keberhasilan kita sebagai berkat Allah, dan sebaliknya setiap kegagalan atau kekalahan kita sebagai tanda murka atau hukuman Tuhan. Yang harus kita lakukan adalah agar kita memandang seluruh kehidupan kita sehari-hari (kerja, bisnis, rumah tangga, adat, politik dan seks dll) dalam rangka membangun hubungan kita dengan Tuhan Allah. Baik keberhasilan atau kegagalan, baik suka atau duka, harus menuntun kita kepada pertobatan dan hidup baru dalam Allah. Ada janji penyertaan dan pemeliharaan-Nya di tengah pergumulan hidup kita yang sulit, di tengah ketidakpastian, dan ketidakadilan yang menimpa kita. Kita harus saabar. dan jangan putus asa. Mempercayai, menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah adalah seperti bagaimana kita akan duduk di atas kursi tanpa ragu kita langsung mempercayakan seluruh berat tubuh kita kepada kursi itu, begitu pula seharusnya ketika kita mempercayakan hidup kita kepada Allah. Tujuan hidup kita manusia, mempermuliakan Allah. Mempermulikan Allah bukan berarti menjadikan Allah mulia. Allah memang sudah mulia, Ia sudah mulia sejak dari kekekalan dan tidak ada satu pun mahluk ciptaanNya yang dapat menjadikanNya lebih mulia. Yang dimaksud dengan mempermuliakan Allah adalh memancarkan kemuliaan Allh, ketika kita berada di kelas, ketika kita berada di luar kelas. Pekerjaan kita, hidup kita, dan seluruh hidup kita benar-benar memancarkan kemuliaan Allah. Banyak orang yang lebih suka menjadi ”pintar” daripada menjadi ”benar” terutama dalam dunia modern ini, mengapa? Karena jadi pintar (yang lebih berdimensi pikir daripada nurani), bukan saja dinilai lebih unggul, tetapi bisa selalu ”benar”. Menjadi orang benar adalah pilihan mutlak, dalam arti hidup di dalam kebenaran Allah, artinya yang menjadi norma utama bukan lagi menurut ukuran dunia dan masyarakat, tetapi ketaatan kita kepada Tuhan dalam segala perkara.
Ilustrasi penutup : Sebelas orang bergantung pada sebuah tali yang tergantung pada helikopter, sepuluh pria dan satu wanita. Tali itu tidak kuat menahan beban mereka semua, jadi mereka memutuskan harus ada satu orang yang menjatuhkan diri. Jika tidak, mereka semua akan jatuh. Mereka bingung siapa yang harus merelakan diri jatuh, tapi kemudian si wanitamengatakan sesuatu yang menyentuh. Ia berkata bahwa ia merelakan diri jatuh karena sebagai wanita, ia terbiasa memberikan apa pun untuksuami dan anak, dan untuk pria secara umum, tanpa mengharap balasan. Setelah ia selesai berkata itu, semua pria itu bertepuk tangan (Sumber : E-Humor)
Ilustrasi diatas menggambarkan bahwa kesombongan (Gender, Jabatan, Gelar, Ekonomi) dapat mencelakakan manusia itu sendiri. Semua itu adalah indikator ego manusia yang dominan. Karena itu dibutuhkan pengendalian diri. Amin.