"Kerja adalah cinta, yg ngejawantah
dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta,
hanya dengan enggan,
maka lebih baik jika kau meninggalkannya
lalu mengambil tempat di depan gapura candi
meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan sukacita"
dikutip dari "Sang Nabi" karya Khalil Gibran
MAKARIOSISME (Refleksi 4 Tahun 7 Bulan di Melanthon Siregar 111)
Sebuah Catatan dari salah satu Ruangan
Termakna ...
DAN akhirnya ada niat untuk menulis sebuah refleksi khususnya ttg pengalaman pekerjaan 4 tahun lebih terakhir ini.
Di Kantor Pusat HKI adalah penempatan pertama pasca ditahbiskan November 2005. Dan tak kepalang, tugas yang diberikan beragam, mulai Sekretaris bagi ke dua Pimpinan, Mengelola Web Kantor, Pengelolaan Majalah dan e-magazine Kantor, hingga di Komite HIV AIDS. Di ruanganku hampir tiap pagi diawali "CEREMONI" yang sama, nyalakan Kompiu, ada koran dan ada kopi..
Ada banyak hal baru dalam perjalanan usia yg dialami di Kantor, banyak event, banyak perjalanan, banyak tantangan, banyak orang-orang dan pengalaman baru kurun penempatan pertama ini, (yup... dan tentunya banyak kisah dibalik "dapur" keputusan2, mutasi, penempatan, penyelesaian masalah yg merupakan pengalaman berharga).. Semuanya itu terfilter dalam sebarisan pemaknaan yang di rasakan, berikut diantaranya ;
1, DEDIKASI. Kerja itu harus tuntas dan ikhlas sehingga ada jalinan konvergen dalam tubuh. Ndak terpencar-pencar. Ndak disambi-sambi. Ada proses pembentukan. Ada upaya “naik kelas”. Pekerjaan adalah pelayanan, dan itu semua harus dilakukan secara ikhlas. Ikhlas itu berarti tulus. Ikhlas secara cerdas adalah bagian dari kedewasaan. Kerja keras tidak merendahkan namun malah meninggikan martabat manusia. Dalam kerja dan karyanya itulah manusia mendapatkan sebagian kebahagiaan dan makna hidupnya di dunia ini. Sebaliknya menganggur, bermalas-malas dan berleha-leha, bukanlah hakikat manusia dan hanya akan merendahkan kualitas hidupnya. Kerja juga termakna secara konkret sebagai ibadahku. Terpola : Kantor adalah mimbar ku. Majalah dan kerjaan terkait jurnalisme di kantor adalah mimbarku. Web site adalah mimbarku. Milist adalah mimbarku. Dan pelayanan HIV AIDS juga adalah mimbarku.
2, Setiap pekerjaan memiliki resiko. Resiko itu terjadi dalam proses pelaksanaan pekerjaan. Banyak orang yang bekerja tapi tak menyukai prosesnya. Jika kita seperti itu, maka kita akan selalu merasa tersiksa dalam menjalani prosesnya. Apalagi jika ada masalah dalam proses tersebut, biasanya kita akan merasa sempit. Pikiran kitapun menjadi negatif terhadap lingkungan kerja termasuk orang-orang dikomunitas kerja kita. Pengalaman membuktikan bahwa semestinya kita mau mencoba bersabar dalam menjalani prosesnya. Dan selalu berusaha menanamkan pikiran positif terhadap lingkungan kerja kita dan pekerjaan itu sendiri. Jika kita berhasil berbuat demikian, masalah apapun yang terjadi dapat kita terima dengan lapang dada. Ini memang masalah pikiran dan hati. Ingat kalimat bijak yg ungkapkan jika kita berprasangka buruk, maka alam yang luas akan menjadi begitu sempit. Tapi Jika kita berprasangka baik, maka keadaan diri kitapun akan menjadi baik. Dan masalah sebesar gunungpun akan menjadi seringan kapas.
3. Kegembiraan dalam Spiritualitas Kerja
Jika kita melakukan pekerjaan tanpa rasa senang apalagi cinta, maka kita akan mudah merasa bosan dan lelah. Keseharian kita akan merasa waktu berputar begitu lama menuju akhir pekerjaan. Berbeda jika kita melakukan pekerjaan dengan rasa cinta. Kita akan menikmati pekerjaan itu hingga tak terasa, tiba-tiba waktu menjadi begitu cepat berputar. Makin kusadari bahwa suatu spiritualitas kerja yang makin mendalam dan bermanfaat justru ditandai oleh kegembiraan hati. Kita tidak dapat melaksanakan tanggungjawab pekerjaan dengan optimal. ketika hati kita dipenuhi oleh kebosanan dan tertekan.
Sangat menarik, jstru dunia sekuler pd masa kini mempraktekkan "spiritualitas" kerja, mengutip yang diungkapkan oleh Ashmos and Duchon dalam “Journal of Management Inquiry” dikit banyak disampaikan seperti ne : Suatu tempat kerja, dimana orang mengalami kegembiraan & makna dlm pekerjaannya, merupakan tempat di mana spiritualitas lebih menonjol. Jelasnya, tempat kerja di mana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yg dapat dipercaya, di mana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas, di mana mereka merasa dihargai dan didukung, merupakan sebuah tempat kerja dimana spiritualitas berkembang”. Apalagi jika semua di komunitas kerja itu melakukannya dilandasi aspek hubungan secara vertikal dengan Allah. Hasil dari spiritualitas demikian adalah suatu pekerjaan yang senantiasa dilandasi oleh sukacita. Sebab hakikat pekerjaan senantiasa dihayati sebagai wujud dari anugerah keselamatan Allah. Nah, karena itu pemaknaan tentang spiritualitas kerja tidak lagi tertuju kepada diri sendiri atau nama baik Kantor tetapi secara definitif diarahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. Dasar spiritualitasnya adalah, kerja adalah suatu ibadah. Karena itu makna dan hakikat kerja dihayati sebagai sesuatu yang kudus, sebagaimana Allah yang kudus itu tetap bekerja sampai sekarang (Yoh. 5:17). Aku memahami, melalui kerja kita dapat menghadirkan syaloom Allah. Dan sisi lain dari hal ini termakna, memang dalam kerjaan kita tidak harus menyenangkan hati semua orang. Akhirnya akan ada perdebatan, perbedaan pendapat, ketidaksetujuan, penolakan, dan lainnya. Tapi inilah sebuah konsekuensi. Disinilah dituntut kedewasaan berpikir dan berperasaan.
4. Shaloom Dalam Kerja
Dalam bekerja jangan terkena mengidap "chronic discontenment" (ketidakpuasan kronis). Mereka tidak pernah puas, selalu bersikap ambisius, agresif, bersungut-sungut dan berkeluh-kesah. Dan jangan juga memandang pekerjaan atau pelayanan sebagai medan bertempur dan bersaing dimana orang-orang di sekitar sering dianggap hanya sebagai lawan atau pesaing yang berbahaya (apalagi yg berbeda pendapat dgnnya). Ini berbahaya, karena spiritualitas kerja akhirnya akan ter reduksi menjadi semangat bertempur tuk ngalahkan pihak lain. Hasilnya adalah makin maraknya pertikaian dan persaingan dengan berbagai pihak di tempat kerja., di organisasi, bahkan di Gereja sebagai wadah persekutuan. IRONIS. Aku memahami, syaloom Allah pada hakikatnya merupakan inti atau bagian yang utama dari pemaknaan kerja. Selama kita dapat mengalami syaloom, maka apapun pekerjaan yang kita lakukan sesungguhnya merupakan pekerjaan yang diberkati Allah. Sebab di dalam syaloom Allah, kita dapat mengalami kebahagiaan dan sukacita yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini.
5. Bertemu dengan orang banyak, lintas disiplin ilmu dan pengalaman, tersimpul juga bahwa Spiritualitas kerja harus dinyatakan dengan pola pandang dan pola hidup (“mind-set”) yang selalu terbuka untuk diperbaharui agar makin memiliki paradigma yang lebih luas dan lebih mulia. Sehingga dengan pembaharuan “mind-set” tersebut kita dimampukan untuk memiliki world-view yg lebar cakupannya. Kita tidak lagi melihat makna pekerjaan secara sempit dan dangkal seperti sekedar cari nafkah, mampu memiliki berbagai fasilitas, mendapat pengakuan, meraih kekuasaan dan mengumpulkan investasi. Tetapi kita melihat kerja sebagai sesuatu yg lebih mulia dan utuh dalam kaitannya dengan makna dan tujuan hidup. Deal..???
6. Di lain pihak bekerja juga senantiasa membutuhkan visi iman agar tindakan kerja yang kita lakukan tetap memiliki tujuan. Sebab segala sesuatu yang tidak mempunyai tujuan dan visi yang jelas cenderung akan berjalan di tempat (stagnan) dan pada gilirannya kreatifitasnya akan mati. Orientasi kehidupan kita selaku umat percaya seharusnya merupakan kehidupan yang visioner, bukan untuk mencapai hal-hal yang sifatnya sementara tapi membangun sesuatu dari kinerja kita (baca membangun perwujutan visi berdasarkan syalom Allah). Tepatnya pekerjaan yang kita lakukan sungguh-sungguh dapat menjadi berkat dan keselamatan bagi banyak orang demi keutuhan ciptaan. Karena itu pekerjaan harus dibalut DOA. TUHAN lah yang kemudian memberkati kita, sehingga tidak akan pernah kering kreativitas; sebaliknya senantiasa kaya inspirasi dan ide yang lebih cemerlang namun efisien. Dan ini harus diimbangi dengan karakter yang bersedia terus-menerus menjadi “pribadi pembelajar” (learning persons) dan diiringi karakter kerendahan hati.
Lantas bagaimana dengan Cinta?
Hmmm, BAGIKU CINTA ADALAH SEBUAH KATA KERJA … oalahh... Kerja lagi kerja lagi, emang gak bisa terlepas dari KATA "KERJA" nih…, hehehe...
untuk yg satu ini, ada banyak kisah dan belum disimpulkan... Minggu lalu ada moment inspiratif buat yg satu ini... SEMOGA….
Ok dh, tx buat rekan yg baca. Semoga menjadi berkat. Tx buat keluarga (maaf jarang mudik ya), buat orang-orang (JELAS terlalu panjang jk disebutkan) yg slama ini disekitarku, sahabat (maaf sms paginya dibalas tengah malam), rekan kerja, jejaring, tx sudah menjadi bagian perjalanan 4 tahun lebih slama kedinasan, kuharap gak kapok... hehehe...
Ya udah, jangan hanya "berselancar di internet saja" …, kerja noh... masukkan kekandangnya bebeknya, mandikan hurjenya noh; manang, cuci tuh kain... hehhe,,.. yg minjam flash kembalikan tuh (kena lw sis’ yut…)….hehehe,...
tx ya . Sukses buat kalian... TUHAN memberkati…