Monday, March 31, 2008

Konsep Diri

SIAPAKAH AKU? Sebuah Konsep Diri & Kaitannya Pada Kepemimpinan Kristen Disampaikan pada LDK GMKI Komisariat FKM USU Minggu, 30 Maret 2008 – Taman Doa P. Batu
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Yohanes 12:24 I. Pengantar – Analisa Kebutuhan Siapakah saya …. ? apakah saya mengenal diri saya ? apakah saya mengenal betul apa yg saya pelajari dari masa lalu saya ? apakah ada pertumbuhan kedewasaan iman, cara berpikir dan perilaku dalam diri saya ? Apakah saya layak disebut sebagai anak-anak kerajaan Allah ? atau saya hanyalah seorang anak domba yg hilang oleh dosa ditengah gemuruh keramaian dunia ? atau saya adalah seorang manusia “bertopeng” yg mengaku bahwa saya adalah seorang murid Yesus padahal karakter dan perbuatan saya jauh dari kehendakNya? apa sisi kekuatan dan kelemahan saya ? mengapa ini tercipta ? jadi apa yg harus saya lakukan ke depan ? Bagaimana sikap kepemimpinan dalam diri saya ? Apakah saya hanya pengikut bukan pemimpin? Ini adalah deretan pertanyaan standart yg patut kita ajukan dalam introspeksi diri kita sendiri demi pertumbuhan kita. Tidak semua manusia mengenal dirinya sebagai gambar dan rupa Allah. Untuk itulah sangat perlu mempelajari diri kita yg dikenal dengan istilah konsep diri. Manusia adalah mahluk istimewa yg diciptakan segambar dan rupa Allah. Konsep diri sebagai gambar dan rupa Allah sering kali kabur dalam diri kita (oleh karena kita sendiri ) sehingga kita tidak menikmati dan menjalani keberadaan hidup kita sebagai gambar & rupa Allah. Dalam sesi ini kita memakai waktu untuk mengenali potret diri yg ada dalam diri kita, potret hubungan dengan diri kita sendiri, sesama manusia, dan kepada TUHAN. Peka terhadap Potret Diri kita, penting untuk memaknai, menghargai, dan mengisi hidup, menjadi murid yg menjadi dirinya sendiri tanpa ada topeng kebohongan. Untuk itu izinkan saya memandu sesi ini, memeriksa konsep diri masing-masing dengan landasan kejujuran.
II. Pentingnya Pengenalan “Siapa Aku” dihadapan Sesama dan TUHAN Para filsuf memberi nasehat yang bijaksana kepada kita, “kenalilah dirimu sendiri”. Pengetahuan diri yang benar terdiri dari dua hal. Pertama, memahami keunggulan alamiah yang dikaruniakan Allah kepada kita saat penciptaan, suatu pengenalan yang harus membuat kita bersyukur. Kedua, menyadari kondisi nestapa yang kita alami setelah kejatuhan kedalam dosa, bahwa pada mulanya, kita dibentuk menurut gambar Allah, dan diberikan akal budi dan hikmat untuk menempuh kehidupan yang berkebajikan dan beribadah kepada Allah, namun di dalam Adam, kita semua tergelicir dari kondisi orisinil kita. Pengertian ini biarlah membuat kita benar-benar rendah hati dan mendorong kita untuk mencari Allah. Allah mau kita mengenal diri dengan benar supaya hal itu membawa kita untuk tunduk kepadaNya. Orang berusaha mengenal diri berdasarkan standar Allah tidak memiliki alasan untuk memegahkan diri; namun secara paradoks ia mengetahui kelebihan-kelebihan yang Allah tanamkan dalam dirinya. Untuk mengenal diri dengan benar; pertama-tama, kita harus memperhatikan apa tujuan kita diciptakan sehingga diberikan karunia yang demikian luar biasa; kedua, mempertimbangkan kemampuan maupun keterbatasan kita. Yang pertama, membawa dia kepada kesadaran akan tugas kita kepada Allah, sedangkan yang kedua, kesadaran akan kemampuan yang kita miliki untuk melaksanakan tugas kita. Artikel berikut akan mengulas tentang konsep diri, apa dan bagaimana konsep diri berpengaruh terhadap kepemimpian seseorang. Karena itu sangat diperlukan pengenalan diri. Pengenalan diri adalah dasar sebuah kepemimpinan Kristen. Bagi sebagian orang mengenali diri sendiri mungkin adalah masalah yang mudah tapi umumnya sebagian besar orang menganggap adalah masalah yang sukar dan sulit. Secara pribadi saya sendiri berpendapat bahwa mengatasi proses pengenalan diri sendiri ini memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang. Permasalahan utama yang sering timbul dan menghambat kita untuk dapat mengenali diri kita ini adalah kemampuan diri untuk berdiri secara "jujur, obyektif dan adil" dalam memberikan pandangan terhadap diri sendiri. Nah, dalam kenyataannya memang hal inilah yang justru jarang bisa dilakukan oleh setiap orang . Akhirnya proses mengenali diri sendiri ini memang akan menjadi sangat sulit dan membingungkan karena faktor ketidak jujuran, ketidak obyektifan dan ketidak adilan dalam memandang diri itu sendirilah yang harus bisa disadari dan diperbaiki (revisi). Padahal, saya menurut saya sering berbeda hasilnya dengan penilaian siapa saya menurut orang-orang disekitar saya apalagi menurut TUHAN. Karena itu konsep diri sangat diperlukan untuk ajang evaluasi pembenahan dan pengembangan diri. “Siapa saya" adalah jati diri kita (berupa eksistensi) yang sesungguhnya yang ada dahulu, sekarang dan yang akan datang. Setiap orang memiliki jati diri yang mempunyai keunikannya masing- masing. Kata "keunikan" ini sengaja dipakai untuk menggantikan kata "kelebihan dan kekurangan" agar kita tidak terjebak dalam pandangan untuk saling membandingkan. Keunikan jati diri masing-masing ini adalah merupakan hasil dari proses-proses terdahulunya dan merupakan awal dari proses kedepan yang juga tidak perlu dibandingkan dan dinilai berlebihan, akan tetapi haruslah dipahami dan disadari sepenuhnya.
III. Kegunaan Mengenal Diri Pertama, kegunaan atau faidah praktis dari pengenalan diri adalah memberikan peluang kepada manusia untuk lebih familiar terhadap kemampuan dan bakatnya. Hal ini akan banyak membantu seseorang dalam hidupnya, misalnya untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi hidupnya. Kedua, di samping itu pengenalan diri sangat bernilai karena manusia dapat menyadari bahwa ia bukanlah sosok atau maujud yang mengada dengan sendirinya (self-existent). Hal ini penting, lantaran akan membantu seseorang untuk memahami bahwa sehebat apa pun ia atau setinggi apa pun kedudukan dan status sosialnya, esensi manusia sebagai mahluk social adalah butuh sesama dan bergantung kepada Tuhan. Ketiga, Pengenalan diri sangat efektif bagi sistem dan mekanisme pengembangan diri. Keempat, mengenal diri akan membantu seseorang memahami bahwa ia tidak tercipta secara kebetulan (by chance). Jika kita menginternalisasi dan menghayati akan keberadaan kita, diri kita, maka kita akan sampai kepada kesimpulan yang tak-terelakkan bahwa Tuhanlah yang mencipta seluruh keberadaan. Kita tidak mewujud dengan sendirinya atau hanya karena persemaian antara sperma dan ovum dari kedua orang tua kita. Manusia secara natural senantiasa mencari alasan keberadaannya. Ia akan melakukan monologue pada dirinya ihwal Darimanakah kedatanganku?Ke mana langkah yang aku tuju? Untuk tujuan apa keberadaanku? Dengan mengenal diri, ia akan menuai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan eksistensial ini.
IV. Pengenalan Diri : Siapakah Aku?

Pada sesi ini kita akan latihan mengenal Potensi diri. Untuk itu dipersilahkan peserta mempersiapkan alat tulis untuk moment mengevaluasi diri. Modal dasar utama yang diperlukan untuk melewati sesi ini adalah kejujuran dan keterbukaan. Akan tetapi dilain sisi, jangan pula kita sampai terjerumus dan terseret arus pola berpikir pesimis yang akhirnya justru membesar-besarkan faktor ketidakmampuan dan keterbatasan yang ada menjadi senjata dan alasan untuk meng "cover" semua hal dalam kehidupan ini yang memang sulit dan berat bagi siapapun.

  • Sifat - sifat dan karakter > Setiap orang pasti membawa sifat-sifat dan karakternya sendiri-sendiri, setiap orang walaupun bisa saja ada kemiripan tapi tidak pernah ada yang sama persis dalam hal ini.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 sifat-karakter diri.
  • Hasrat dan keinginan> Setiap orang pasti memiliki hasrat dan keinginannya masing-masing, yang biasanya adalah merupakan refleksi dari sebuah bentuk ideal / cita-cita yang awalnya bersumber dari ego. - Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 hasrat & keinginan dalam hidupnya.
  • Kemampuan > Penguasaan terhadap suatu hal yang merupakan ciri khas seseorang yang dimiliki dan didapat secara dan dalam kealamiahannya masing - masing, haruslah terus digali dan dikembangkan serta dipergunakan secara positif demi kepentingan kebaikan yang semakin luas semakin baik. Oleh karena itu jika bisa mengenal kemampuan diri maka secara lebih gampang pula kita dapat terus mengembangkannya sehingga mencapai suatu level yang relatif tinggi. Biasanya kemampuan seseorang itu berupa wawasan, pengetahuan, kepandaian dan keahlian, yang merupakan hasil dari perpaduan antara intelegensi dan emosi melalui proses belajar (baik sekolah maupun otodidak) serta pengalaman-pengalaman sepanjang hidupnya.Dari sini, maka kita dapat disimpulkan bahwa "belajar" dan "berlatih" adalah dua hal pokok yang sangat berperan dalam usaha meningkatkan kemampuan diri.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 kemampuan yang diandalkan dari diri masing-masing.
  • Ketidakmampuan & keterbatasan>. Diluar kemampuan yang ada, maka adalah hal yang alami pula bahwa setiap insan didunia ini selalu diliputi juga oleh ketidakmampuan dan keterbatasan (sengaja penulis tidak menggunakan kata "kelemahan" untuk memberikan nuansa optimisme). Dalam masalah ini memang kemauan dan usaha keras secara konsisten mutlak diperlukan , karena biasanya untuk dapat bisa "mengakui" bahwa kita mempunyai ketidakmampuan dan keterbatasan saja sudah sangat sulit apalagi untuk merubahnya.- Mari peserta pertemuan ini menuliskan 5 hal ketidakmampuan atau keterbatasan diri.
  • Latar belakang>. Latar belakang bisa dianggap sebagai akar dari semua perkembangan yang timbul dan ada sekarang ini bagi siapapun juga. Walau kita pada akhirnya memang tidak perlu mempermasalahkan tapi bisa memahami latar belakang dari diri kita sedikit banyak dapat berguna untuk mengetahui siapa dan bagaimana diri kita yang sesungguhnya menurut kita, sesame dan dihadapan TUHAN.Oleh karena itu pula dalam metode pengembangan kepribadian, pemanfaatan latar belakang diri seseorang sebagai alat refleksi diri untuk membangkitkan pemicu semangat kearah yang lebih efektif masih sangat ampuh dan bermanfaat. - Peserta dipersilahkan mengevaluasi : “menurut anda, siapakah anda di mata keluarga, lingkungan kampus, lingkungan GMKI”.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa “bodoh”, namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
V. Kaitan Pengenalan Konsep Diri dan karakteristik Kepemimpinan Kristen 1. Arti KePemimpinan Secara Kristen Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Mengutip Henry Pratt Fairchild, arti pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan, atau posisinya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Sedangkan KePemimpinan Kristen berarti pemimpin yang mengenal Allah secara pribadi dalam Kristus dan memimpin secara kristiani. Pemimpin Kristen adalah pribadi yang memiliki perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya mencapai efektivitas yang benar dan tertinggi karena dipakai untuk melayani dan memuliakan Allah. Sedangkan sifat-sifat spiritualitas kristianinya menyebabkan ia sanggup mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Sebab daya pengaruhnya bukan dari kepribadian dan ketrampilan dirinya sendiri, tetapi dari kepribadian yang diperbaharui Roh Kudus dan karunia yang dianugrahkan Roh Kudus. Pemimpin Kristen berbeda dengan pemimpin alamiah (sekuler/umum) dalam beberapa hal. Pemimpin rohani mengenal Allah, mencari kehendak Allah, menaati kehendak Allah, bergantung pada Allah, mengasihi Allah dan manusia, dan akhirnya memuliakan Allah. Sedangkan pemimpin alamiah hanya mengenal manusia, membuat keputusan sendiri atau organisasi, berusaha mencapai sasaran pribadi atau organisasi, bersandar pada cara-cara sendiri, bergantung pada kuasa dan ketrampilan diri sendiri, mengutamakan hasil kerja dan cenderung mengabaikan manusia. [1]
2. Persyaratan pemimpin rohani. Jika persyaratan kualitas karakter dan sosial dalam pemimpin umum bersifat relatif, bahkan boleh saja tidak dimiliki, maka persyaratan pemimpin Kristen sangat menekankan aspek karakter dan sosialnya. Ada dua puluh kriteria yang dicantumkan dalam 1Tim. 3:1-13 dan Tit. 1:5-9, delapan belas berkaitan dengan reputasi seseorang, etika, moralitas, temperamen, kebiasaan, dan kedewasaan rohani serta psikisnya. Kualifikasi yang ditulis Paulus ini sebagai kualifikasi sosial, moral, mental, kepribadian, rumah tangga, dan kedewasaan. Kualifikasi dalam 1Tim. 3:1-7 ini memiliki tiga ciri menonjol, yakni menyangkut 1) persyaratan fundamen, bukan tugas, 2) tingkah laku yang teramati, 3) karakter tersebut bukan khas Kristen melainkan ideal tertinggi moralitas konteks Hellenistis zaman itu. Jadi kriteria di atas menunjukkan bahwa persyaratan seorang pemimpin rohani sangat ketat dan menuntut kedewasaan jiwani, rohani dan sosial. Kepemimpinan dalam Kristen menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus. Misalnya, seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yoh. 13:13). Demikian juga dalam kepemimpinan di Organisasi kekritenan seperti GMKI. Dengan demikian kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain. Kemudian, cirri khas kepemimpinan berdasarkan motivasi Kristen adalah : jika kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Mrk. 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu dia dimotivasi oleh kasih Kristus. Dia harus berbuah dan menghasilkan seperti yang tertulisa dalam Yohanes 12:24 : “Aku berkata kepadamu:Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Kepemimpinan secara Kriten mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu pemimpin Kristen yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas. Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Mrk. 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain. Salah satu kelemahan terbesar manusia--dan yang paling fatal adalah kecenderungannya untuk menjadi seperti Allah. Sejak manusia yang pertama sampai sekarang, bukankah itu yang kita jumpai di kantor manapun, baik pemerintah, swasta, maupun di gereja. Orang-orang yang berlagak dan mengklaim dirinya seolah-olah ia adalah tuhan-tuhan kecil dan allah-allah kecil.
Bahan Diskusi Bagian V : 1. Menurut anda, apa kaitan Konsep diri dengan pola kepemimpinan Kristiani? 2. Apa Relevansi Yoh 13:13 bagi Konsep diri “siapakah aku” dan Pola kepemimpinan Kristen. 3. Konsep diri yang bagaimana yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen (ditiap lingkungan hidupnya :kampus, organisasi, keluarga) mengacu kepada Mrk. 10:43-44? Apakah Relevansi Nats Yohanes 12:24 dalam Konsep Diri dan pola kepemimpinan ?
VI. KESIMPULAN
Tuhan Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mrk. 10:42-45). Ini semua berawal dari pengenalan konsep diri “siapa aku”, yang menyadarkan siapa kita dihadapan TUHAN, dihadapan sesama dan apa rencana TUHAN melalui kita bagi dunia sekitar kita. Sehingga kita benar-benar dapat mewartakan kasih dan amanah damaiNya dengan semangat tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Ut Omnes Unum Sint. Syalom. __________________________________________________ Nats Bacaan : Filipi 2 : 1-5 ; Gal. 6 : 2 - 4 , 7 - 10. Gal. 2 : 20 Salam. Pdt. Happy Pakpahan [1] Alkitab tidak hanya menyajikan satu model kepemimpinan yang ideal. Di dalam Alkitab model itu selalu berubah dan bervariasi sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang ada. Itu sebabnya model kepemimpinan Musa berbeda dengan model kepemimpinan Yosua; bentuk kepemimpinan hakim-hakim berbeda dengan bentuk kepemimpinan raja-raja. Samuel pernah merangkap tiga fungsi sekaligus yaitu imam, nabi, dan raja, tetapi kemudian ketiganya terpisah ketika Israel menjadi Monarkhi. Di Perjanjian Baru kita juga melihat hal yang sama. Pada awalnya gereja purba sudah merasa cukup dipimpin oleh para rasul dengan semua kharisma mereka. Tetapi Kisah Rasul 6 segera mencatat, memberi kesaksian bahwa kebutuhan dan situasi baru menuntut suatu bentuk kepemimpinan yang lain, suatu bentuk struktur organisasi yang lain. Mulailah apa yang disebut diaken, syamas diakonoi. Kisah Rasul 11 kemudian memperkenalkan jabatan lain yaitu presbuteros, jabatan penatua atau tua-tua. Kisah Rasul 13 berbicara mengenai nabi-nabi yang memimpin jemaat di Antiokhia. Kemudian entah bagaimana dan dari mana, episkopos hadir dan ada variasi baru di dalam Kisah Rasul. Kalau kita mempelajari surat-surat Paulus, variasi itu jauh lebih kaya lagi. Apa sebenarnya yang hendak dikatakan melalui semua ini? Semuanya hendak mengatakan bahwa prinsip kepemimpinan Kristen yang pertama adalah keanekaragaman atau pluriformitas bentuknya, fleksibilitasnya, kelenturannya, keluwesannya. Dan bukankah memang benar bahwa Tuhan itu seringkali jauh lebih luwes, jauh lebih fleksibel daripada kita, manusia dan pemimpin-pemimpin gereja. Inilah asas pokok kepemimpinan Kristen, yaitu keanekaragaman atau pluriformitas kepemimpinan. Tetapi saya juga harus segera menambahkan satu prinsip lain yang membentuk dwitunggal dengan prinsip pertama tadi, yakni, kepemimpinan Kristen itu hanya mengenal satu pemimpin yaitu Tuhan Allah.