SAMPAI hari ini aparat Kepolisian Republik Indonesia belum mampu menangkap pelaku teror bom buku yang menyebar ke berbagai pihak dan berbagai daerah dalam satu pekan terakhir. Jangankan perakitnya, kurir yang mengedarkan paket ke berbagai alamat tidak teridentifikasi.
Satu-satunya kurir yang terendus baru berupa sketsa wajah. Yang lain lenyap tak berbekas. Padahal, paket bom buku yang menyebar ke berbagai alamat dan kawasan jelas tidak mungkin hanya diedarkan satu kurir. Itu pasti dikerjakan sebuah pengorganisasian yang rapi.
Di beberapa tempat, Yogyakarta misalnya, sang kurir seperti meledek polisi. Paket diletakkan di pos polisi pengatur lalu lintas.
Setiap bom meledak, bermunculan para pakar dan analis bom di televisi dan surat kabar. Berbagai analisis, baik yang masuk akal maupun tidak, ikut menambah hiruk pikuk pertanyaan yang tidak kunjung terjawab.
Sampai kapan polisi mentok mencari para pelaku teror bom buku dan jaringan mereka? Padahal, tidak terlalu sulit menemukan unsur-unsur material untuk bom buku yang umumnya berdaya ledak rendah jika dibandingkan dengan jenis berdaya ledak tinggi yang berakibat pemusnahan hebat.
Yang agak mengherankan, dalam peristiwa bom-bom besar yang juga berdaya musnah besar, polisi lebih sigap mengidentifikasi pelaku. Mengapa terhadap bom buku yang lebih sederhana kok sulit melacak para pelaku?
Spekulasi akan liar selama polisi belum menangkap pelaku bom buku. Apa pun spekulasi itu, satu perkara terang benderang, teror bom buku yang merebak adalah pelecehan luar biasa terhadap kewibawaan negara. Pelecehan terhadap kepolisian, terhadap kerja dan kompetensi intelijen.
Di tengah kewibawaan dan kredibilitas negara yang cenderung merosot di mata warga, bom buku menambah guncangan kepercayaan itu. Negara guncang bukan karena ledakan bom yang rumit, melainkan oleh bom yang sederhana.
Mengapa sebuah peristiwa sederhana menjadi rumit? Jawabnya karena para pelaku paham betul aparat keamanan, termasuk intelijen, sedang lengah.
Juga mengapa bom yang rumit dan yang gampang bisa dibuat di negeri ini? Karena semua bahan bom bisa ditemukan dengan mudah. Kalau ada bahan yang sulit, tidak usah khawatir karena dengan godaan sedikit uang, yang tidak boleh menjadi boleh.
Di Indonesia sekarang ini, seluruh urusan keamanan diserahkan kepada polisi. Peran kepamongprajaan dilemahkan. Bila partisipasi publik dan fungsi kepamongprajaan lumpuh, polisi akan lumpuh juga menangani kasus-kasus kriminal yang paling sederhana sekalipun.
Kalau polisi tidak sanggup menangkap pelaku, termasuk kurir bom buku, publik akan menuduh jangan-jangan yang menebar teror bom adalah aparatur negara. Jangan lupa, terorisme tidak selamanya dikerjakan para kriminal, tetapi ada juga yang dikenal dengan terror by state.
Sumber Foto : http://blueagentteam.blogspot.com/2010/05/polisi-mabuk-dengan-wanita.html & http://almaveda.multiply.com/journal