Nats : Hakim-Hakim 11:1-11
Khotbah Minggu di HKI Jl. M. Siregar-P.Siantar
Tgl. 09 Maret 2008
Pdt. Happy Pakpahan
Sejak awal Allah menciptakan manusia didalam dunia ini dengan unsur yang sama, tidak ada dari debu tidak ada yang dari plastic. Sejak awal manusia didalam dunia ini diciptakan dihembuskan nafas kehidupan yang satu dan ini berlaku bagi semua orang. Sejak awal – dikatakan gambar dan rupa Allah. Dan manusia diberikan matahari yg sama, langit yg sama, udara ya sama dan bulan yang sama. Manusia diberikan kebutuhan yang sama, untuk makan, minum, damai, sejahtera, dan rasa adil dan mendapatkan kebenaran.
Semua diberikan hak hidup yang sama. Hak untuk diperlakukan secara adil dan manusiawi tanpa memandang status dan latar belakang kehidupannya. Baik laki-laki, perempuan, kaya atau miskin, hitam atau putih, semuanya sama dihadapan Allah. Allah selalu berikan yang terbaik bagi manusia. Ini bentuk keadilan semesta Ilahi.
Namun terkadang hal ini dirusak oleh manusia itu sendiri. Hak yang sama yang diberikan oleh Allah kepada manusia, diubah manusia itu sendiri menjadi bertingkat-tingkat yang diukur berdasarkan status, jabatan, kekayaan dan apa yang dimiliki seseorang.
Inilah yang menjadi pembahasan dalam nats kita.
Dalam nats diceritakan terjadi sebuah perlakuan yang tidak adil terhadap hak seorang manusia yang dinilai berdasarkan latar belakang kehidupannya.
Ini terjadi pada kisah hidup Yepta. Yepta adalah anak yang lahir dari hubungan seorang lak-ilaki bernama Gilead dengan perempuan sundal. Padahal Gilead juga mempunyai istri yang sah dan memiliki beberapa anak laki-laki.
Pada suatu hari dikatakan diayat 2-3 : Setelah besar anak-anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."
Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.
Jelas ia kecewa diperlakukan demikian.
Yefta tidak bersalah.
Yefta tidak pernah meminta ia dilahirkan dari hubungan yang salah antara ayahnya dan ibunya.
Kalau ditanya tentu semua anak ingin dilahirkan dari keluarga yang sah.
Dosa seorang orang tua tidak bisa diwariskan kepada anaknya.
Yefta memulai hidupnya sendiri terlepas dari keluarga yang telah mengusirnya.
di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.
Kemudian dikatakan
11:4 Beberapa waktu kemudian bani Amon berperang melawan orang Israel.
11:5 Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. 11:6 Kata mereka kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon."
Ternyata kabar tentang keperkasaan Yefta terberita ke Israel. Dan mereka menginginkan seseorang memimpin pertempuran. Dan itu Yepta.
11:7 Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?"
Ya sering manusia seperti ini. Jika sudah sukses, terdesak maka berteman.
Jika terpuruk, dianggap tidak kenal. Lidah manusia tidak bertulang.
11:8 Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead."
11:9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?"
11:10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu."
11:11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa
Jemaat terkasih, perlakuan saudara –saudara Yefta yg telah mengusirnya adalah wujud keegoisan manusia yang kerap kali memperlakukan sesama manusia secara tidak manusiawi. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan Penciptaan manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah ( Kej 1: 26).
Tapi ada yang bisa kita pelajari dari Yepta, walaupun Yefta disisihkan dari keluarganya tetapi ia tidak mendendam. Allah membela dan memberkatinya. Kemudian ia dikuatkan Allah untuk memimpin bangsa Israel. Demikianlah Allah memperdulikan orang-orang yang disisihkan dan Allah memakainya untuk pekerjaanNya.
Apa yang bisa kita relevansikan ?
Gereja-persekutuan kita ini adalah persekutuan orang-orang yg dipanggil untuk menerima dan melakukan karya kebenaran Allah. Tuhan menghendaki agar manusia dapat hidup saling menopang, saling menasihati, saling menolong bukan saling memvonis.
Hal ini penting dimaknai. Sering dalam kehidupan manusia orang selalu mempertanyakan latarbelakang kekeluargaan dan menjadikannya sebagai “punish” untuk melihat kehidupan dan pribadi seseorang dalam pekerjaan dan tugasnya setiap hari. Tidak jarang kita mendengar perkataan yang keluar dari seseorang “ ai hutanda do keluarga ni bae i”. Seolah seseorang langsung di vonis, salah total, tidak benar, dll. Kemudian dalam masyarakat luas juga, seiring dengan materialisme dan kapitalisme yang dibawa oleh globalisasi, manusia untuk mewujudkan keinginanya rela menindas orang lain, kelas-kelas tercipta, seolah kelas bos tuan dan babu. Si A tidak pantas berkawan dengan si B karena ekonomi yang berbeda. Pengusaha kayu menebang semua pohon dan tidak menggantinya sehingga longsor dan banjir terjadi dimana-mana. Seolah hanya dia yang bisa hidup sejahtera dan aman sedangkan orang lain tidak perlu.
Manusia sering merasa besar dengan jabatan, kekayaan, dan kekuatannya. Lihat saja orang berseragam bisa merasa diatas angin kepada orang yang lemah, bus besar seenaknya menguasai jalan dan mengabaikan kendaraan kecil seperti kereta. Untuk rasa adil, dimanamana banyak gedung pengadilan yang megah tetapi sulit ditemukan keadilan. Manusia menjadi srigala kepada sesamanya. Tidal lagi mencerminkan kesegambaran dengan Allah.
Gereja tidak boleh memperlakukan istimewa kepada orang lain karena ia orang kaya, tondong, dan berpengaruh dan disissi lain mengabaikan orang lain. Amsal 14 : 31 : Siapa yang menindas orang lemah, menghina Penciptanya. Jangan tolak Pencipta dengan menolak ciptaanNya.
Jangan memberikan sanksi sosial kepada orang lain. Seolah hukum adat, sosial lebih tinggi dari Firman TUHAN yang memerintahkan kita mengasihi sesama sebagai gambar dan rupa Allah.
Jangan mengucilkan orang lain. Jangan menghakimi orang lain karena masa lalu yang mungkin saja tidak tidak terlibat apapun akan kesalahan masa lalu-sejarah hidupnya, apalagi Firman TUHAN mengatakan hak menghakimi adalah hak Allah. Kita sama-sama manusia.
Roma 14 : 10-12 sebagai Nats Epistel minggu ini menegaskan bahwa manusia tidak berhak menghakimi sesamanya ataupun menghinanya karena semua manusia akan diperhadapkan ketahta pengfadilan Asllah dan memberikan pertanggungjawaban kepada Allah.
Allah tidak akan membiarkan manusia memberlakukan orang lain secara sewenang wenang.
Tidak ada yang sangat benar dihadapan Allah dan tidak ada yang terlalu berdosa sehingga membatasi karya pengampunan dari Allah. Jangan ambil wewenang ilahi untuk menghukum manusia padahal Allah sendiri maha pemurah dan pengampun.
Gereja terpanggil untuk ikut merasakan kesusahan orang lain, mencari orang yang terbelenggu dalam dosa, jauh dari TUHAN, mempunyai dosa pada masa lalu yang kelam, gereja terpanggil untuk membawanya kepersekutuan dengan Allah, bukan mengucilkannya. Kalau ada gereja atau orang percaya menutup diri atau menghindari seseorang karena mengganggap dia terlalu berdosa maka kita sendirilah yang berdosa dan bersalah. Menjadi batu sandungan seoalah menutup kata ampun dari Allah.
Nah, jika anda merasa dikucilkan, yang menjadi korban vonis sosial, berlakukan seperti Yefta, 11: 11 : Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. Serahkan semua perkara, keluh kesah dan mohon bimbingan dan kekuatan dari padaNya yang menciptakan engkau ke dunia.
Minggu ini adalah Minggu “Judika, Berilah keadilan kepadaku, Ya Allah (Mzm.43:1)”, hal ini mengingatkan kita akan kepribadian kita sebagai manusia yang harus ditopang oleh Allah agar memperoleh kemenangan, maka setiap manusia harus menyandarkan hidupnya kepada Dia, sebab didalam Dia ada kemenangan dan sukacita. Jangan menjadi orang-orang yang merasa berhak emmfonis kehidupan yang diberikan Allah kepada seseorang. Jika ada yang memiliki kesalahan dosa sosial, tugas kita sebagai orang percaya untuk merangkulnya kepada persekutuan yang hidup kepada Allah. Jangan justru menyingkirkannya. Jadi mari menjadi duta-duta Allah menegakkan kesetaraan ciptaan, keutuhan ciptaan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Sebuah solidaritas ciptaan. TUHAN Memberkati. Syalom.