GEBYAR PESTA DEMOKRASI, JALANAN SUDAH SEPERTI DUFAN ATAU JAJARAN BATU NISAN.
Sejak semester ke dua di tahun 2008 negeri ini sudah berbenah untuk pelaksanaan Pesta Demokrasi - Pemilu 2009. Mulai dari sang Caleg hingga Parpol sibuk mengurusi persiapan pesdok. Alhasil setelah Daftar Calon Tetap Pemilu Legeslatif ditetapkan, walaupun masa Kampanye belum dimulai, jalanan sudah seperti Dufan (bahkan terkesan seperti jajaran Batu Nisan), dimana-mana jalanan warna-warni dengan terpampangnya Spanduk-Baliho-Papan Reklame-Selebaran- Foto dan Identitas Caleg (dari DPRD TK. II, DPRD TK.I, DPR Pusat, hingga DPD). Isi kalimat Baliho-Spanduk-Iklan Caleg juga beragam, ada yang menyapa dengan memamfaatkan ucapan selamat Momen Keagamaan (Idul Fitri, Natal-Tahun Baru, Imlek) hingga memperkenalkan diri secara primordial bahwa dia adalah anak lokal (penduduk asli kota dimana spanduk-balihonya dipasang). Dan sang Caleg juga beragam, ternyata proses Pemilihan DCT memang sudah terbuka luas sehingga mulai dari wajah-wajah lama, mantan pejabat (sipil-militer), pengusaha, ibu rumah tangga, pegawai hingga tukang bakso-tukang kredit sekalipun berdiri sejajar sebagai caleg.
Ada beberapa hal yang patut di pertanyakan, bukankah masa kampanye belum dimulai? mengapa KPU tidak menertibkan ini semua karena jelas sangat mengganggu keindahan kota-tak teratur. Kemudian apakah disahkan menggunakan simbol-simbol keagamaan-dalam spanduk-baliho seperti banyak beredar di jalanan? Ini jelas berpotensi membawa Pemilu kepada terkotak-kotaknya masyarakat berdasarkan SARA, substansi Pemilu dikaburkan yang bersangkutan. Kemudian, banyak caleg yang mulai mendatangi "calon kunsituennya" dengan mengedepankan hubungan kekeluargaan, keanggotaan di ormas atau lembaga keagamanaan tertentu hingga silsilah keluarga (anak-siapa; istri-suami siapa, besan siapa, dll).
Melihat keadaan ini, wajar sebagai anak bangsa kita patut gelisah. Gelisah untuk memikirkan bagaimana memaksimalkan produk Pemilu 2009 ini. Jangan sampai warga masyarakat memilih orang-orang yang tidak tepat, tidak berkualitas, orang-orang kurup, arogan, dan primordial (yang mementingkan kelompoknya semata). Tampaknya pendidikan politik bagi rakyat sangat perlu di hadirkan mengawal proses Pemilu 2009 ini.
Gerakan Bersama Menolak Politisi Busuk
Proses Pemilihan Umum harus disadari sebagai titik baru perbaikan kehidupan berbangsa lintas sektoral. Karena pada Pemilu inilah (Pilkada, Pemilihan Legeslatif, Pilgub, Pilpres) rakyat menentukan wakil-2nya untuk duduk menentukan kehidupan berbangsa. Pemilu juga tentunya membuka "Lapangan Kerja baru" bagi orang yang ingin duduk di DPD, DPR, DPRD Tk.I-II, Bupati, Walikota, Gubernur, hingga Presiden. Respon beragam, banyak yang hasratnya bangkit untuk duduk di tiap posisi, tak urung banyak juga yang masa bodoh hingga apatis. Tak heran menjelang Pemilu 2009, ribuan orang ikut proses (secara khusus) penjaringan Calon Legeslatif di Parpol Peserta Pemilu 2009. Alhasil hampir bisa ditemui di tiap jalan ada Caleg (hingga di tiap gang/kompleks di daerah tertentu ada Calegnya).
Menarik melihat nama dan banyaknya Caleg berdasar Data Daftar Celeg Tetap yang dikeluarkan KPU, muncul pertanyaan aspirasi apa dan keterwakilan siapa yang hendak mereka perjuangkan, apakah murni hendak memperjuangkan aspirasi masyarakat atau "aspirasi lahan ekonomi baru"? Apakah mereka memiliki kredibilitas (skill, pengetahuan dan motivasi) yang benar, atau hanya sekedar Nafsu untuk mendapatkan kekuasaan (dan juga pundi-pundi tentunya), atau jangan-2 hanya hasil usaha pemenuhan quota-strategi pengembangan sayap Parpol semata (rekruting)? Jika setiap Caleg memiliki kredibilitas (skill, pengetahuan dan motivasi) yang benar, itu tentunya positif, tapi jika tidak ? Ini bahayanya.
Disamping itu yang sangat perlu diperhatikan adalah munculnya wajah-wajah lama yang ada setiap kali penyelenggaraan Pemilu, yang hingga kini masih saja dipasang oleh partai sebagai calon legislatif (Caleg), padahal mereka memiliki rekam jejak yang buruk (perilaku busuk). Masih dicalonkannya politisi busuk, tentunya akan berdampak buruk terhadap masa depan kehidupan bangsa dan kredibilitas lembaga perwakilan rakyat, karena sudah pasti mereka akan menjadi calo, tukang suap, tukang skandal, dan tukang korupsi. Coba lihat banyak wajah lama yang lompat partai demi mengejar kekuasaan. Dan uniknya setiap kali dia menjadi anggota legeslatif, kehadirannya tidak memberikan mamfaat apa-apa buat daerah pemilihannya apalagi demi masyarakat luas. Mereka hanya menjadi tanggungan beban ekonomi rakyat dan ironisnya justru mereka berprilaku arogan dengan indikator pemeras terhadap pengusaha dan terhadap masyarakat dengan menerbitkan peraturan hingga UU yang menyengsarakan orang banyak (Mis. PB 2 Mentri, UU Sisdiknas, UU Pornografi).
Muasalnya perilaku busuk itu sendiri telah menjadi rahasia umum yaitu Praktek Jual-beli nomor ketika pencalonan caleg hingga duduk di kepengurusan Partai. Indikator konkretnya, bisa kita lihat berita dan kesaksian Caleg bahkan tega merusak atribut partainya karena kecewa namanya yang semula dijanjikan menempati posisi nomor satu ternyata bergeser menjadi nomor tiga. Amarahnya meledak lantaran posisi nomor satu yang dijanjikan itu diperolehnya setelah menyetor dana Rp 50 juta ke partainya. Bagaimana kita bisa berharap pada caleg yang belum apa-apa sudah bersedia main sogok. Logikanya, buat apa dia menyetor duit sebanyak itu jika tak mengharapkan akan memperoleh ganti berlipat ganda kalau kelak terpilih sebagai wakil rakyat, eh wakil parpol. Dasar busuk!
Bandingkan juga temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang 400 travel cheque yang mengalir pada 41 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan data terakhir yang mempertebal keyakinan publik, ada yang tidak beres di DPR. Berbagai kasus korupsi yang mulai terungkap dan melibatkan anggota DPR ini sesungguhnya dapat diposisikan sebagai bukti empiris survey persepsi korupsi yang rutin dirilis Tranparency Internasional (TI). Sekaligus akan menjawab, kenapa setelah sekian lama pemberantasan korupsi dilakukan, begitu banyak undang-undang diterbitkan dan bahkan lebih dari tujuh tim khusus anti korupsi dibentuk, tetapi Indonesia tetap dalam posisi terkorup. Berdasarkan survey TI-Indonesia, posisi parlemen dan partai politik tetap dalam rangking institusi terkorup. Tahun 2005 dan 2006 berada di posisi terkorup pertama, serta posisi kedua di tahun 2007. Dan, agaknya di tahun 2008-2009, sektor ini akan kembali merebut juara pertama. Setidaknya, melihat dari tipologi sektor yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid II, legislatif menduduki porsi yang seimbang dengan eksekutif. ICW mencatat (per:agustus 2008), tujuh dari 26 tersangka yang berhasil dijerat KPK berasal dari sektor legislatif. Atau, sekitar 27%. Sedangkan eksekutif mencapai 35% (9orang). Angka ini akan semakin bertambah jika KPK konsisten membongkar sejumlah skandal aliran uang haram ke DPR. Dari kasus Bank Indonesia saja, sekitar 93 anggota Dewan dapat dijerat. 52 nama diantaranya dari skandal BI jilid I terkait diseminasi revisi undang-undang BI dan penyelesaian BLBI secara politis di parlemen. Serta, 41 lainnya dari skandal BI jilid II, yakni indikasi suap pada pemilihan deputi gubernur senior BI. Artinya, sekitar 99 nama dari partai dan fraksi yang beragam dapat menjadi kado menjelang pemilihan umum 2009 nanti. Amanat konstitusi yang memberikan DPR tiga fungsi utama dikhianati. Fungsi Legislasi yang seharusnya menjadi tumpuan agar undang-undang yang disusun bermanfaat bagi rakyat dibajak dengan praktek “jual-beli” pada proses pembahasan. Fungsi Pengawasan, justru hanya digunakan sebagai upaya mengkatrol posisi tawar politik untuk mendapatkan fasilitas tertentu. Dan, fungsi anggaran (budgeting) ditelikung sedemikian rupa untuk memperkaya diri sendiri dan bahkan partai politik.URL: Karena itu jelas, tampilnya politisi busuk dalam pemilihan umum (Pemilu) 2009 harus terus diperangi. Guna mengantisipasinya, diperlukan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa. Satu-satunya cara, kata dia, adalah perlu pendidikan politik kepada rakyat jangan memilih politisi busuk. Ini harus jadi gerakan bersama.
Kriteria Caleg/Politisi Busuk Muncul pertanyaan, apakah kriteria seseorang tergolong sebagai Politisi Busuk ? Berikut saya kutip dari
http://satudunia.oneworld.net/ : Gerakan nasional tidak pilih politikus busuk (Ganti Polbus) menetapkan beberapa kriteria dan difinisi caleg/politikus busuk yang boleh dipilih oleh rakyat. Selain menetapkan kriteria politisi busuk, Ganti Polbus juga menetapkan kriteria operasional politikus busuk. Gerakan nasional tidak pilih politikus busuk (Ganti Polbus) menetapkan beberapa kretieria caleg/politikus busuk (DPR RI/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota). Kriteria tersebut, yakni koruptor, penjahat HAM, penjahat lingkungan, pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, pelaku kejahatan narkoba. Selain menetapkan kriteria politisi busuk, Ganti Polbus juga menetapkan kriteria operasional politikus busuk. Berikut kriteria dan difinisi caleg/politikus busuk, sebagaimana disebutkan Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam situsnya
http://www.antikorupsi.org/ :
Kriteria Caleg/Politikus Busuk
I. Definisi Politikus Busuk
1. Koruptor. Koruptor adalah setiap orang yang secara sendiri atau bersama-sama karena jabatan dan kekuasaannya melakukan penyalahgunaan wewenang dan melanggar hukum. Sehingga menyebabkan adanya kerugian negara dan masyarakat, baik dari sisi anggaran negara maupun kebijakan yang menguntungkan pribadi ataupun kroni.
2. Penjahat HAM. Penjahat HAM adalah seorang pejabat publik yang secara sendiri atau bersama-sama yang melakukan tindakan pelanggaran hak asasi manusia, yaitu tindakan-tindakan—baik secara langsung maupun tidak langsung—yang membatasi, mengurangi maupun melanggar hak-hak dan kebebasan dasar manusia, yaitu hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman serta perlakuan lain yang tidak manusiawi, hak atas integritas fisik (bebas dari penangkapan/penahanan sewenang-wenang), hak atas rasa aman, kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi, hak untuk tidak dianggap bersalah sebelum ada putusan pengadilan, dan hak untuk mendapatkan peradilan yang fair.
3. Penjahat Lingkungan. Penjahat Lingkungan adalah seorang yang secara sendiri atau bersama-sama melakukan tindakan perampasan atau penghilangan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang dilakukan secara langsung melalui pengaruh, kekutan modal, kekuatan politik dan kekuasaan (posisi-jabatan) didalam suatu badan usaha/pemerintahan atau TNI – Polri yang menimbulkan dan/atau mengakibatkan pengrusakan atau pemusnahan secara terus menerus lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat (ecocide).
4. Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah seseorang yang secara sendiri atau bersama-sama melakukan kekerasan fisik dan atau mental di dalam lingkup domestik (rumah tangga) maupun lingkup publik yang melingkupi kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, terlibat dalam perdagangan perempuan dan anak, mengeluarkan serta membuat kebijakan publik yang menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
5. Pelaku Kejahatan Narkoba. Pelaku tindak pidana narkoba adalah seseorang yang secara sendiri atau bersama-sama melakukan pengedaran atau penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang yang bertentangan dengan ketentuan hukum, melindungi praktik tersebut serta memodali bisnis narkoba.
II. Kriteria Operasional Politikus Busuk
1. Kriteria Operasional Korupsi.
Melakukan tindakan memperkaya diri sendiri atau kelompok/kroni dengan melawan hukum.
Mencuri uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya dengan menggunakan kekuasaannya sebagai pejabat negara
Membuat kebijakan publik yang menyebabkan mahalnya pelayanan kepada masyarakat dan distorsi ekonomi
Tidak dapat mempertanggungjawabkan jumlah kekayaannya secara wajar.
2. Kriteria Operasional Pelanggaran HAM
- Mereka yang bertanggung jawab langsung terhadap pelanggaran hak asasi manusia (melakukan penangkapan, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan, dan eksekusi di luar hukum).
- Mereka yang menggunakan kekuasaannya untuk menghambat penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM.
- Mereka yang menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk menciptakan melanggaran HAM baru (memerintahkan untuk melakukan melakukan penangkapan, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan, dan eksekusi di luar hukum).
- Mereka yang tidak memiliki kemauan kuat untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
- Melarang/menghambat hak berekspresi dan berpendapat, melakukan pembiaran terhadap terjadinya pelanggaran HAM seperti; Penggusuran, PHK massal, buruh migran, dan pemenuhan atas hak-hak dasar; Pendidikan, kesehatan air minum dan lain sebagainya.
3. Kriteria Operasional Pelanggaran Lingkungan Hidup
- Terlibat langsung dalam tindak pengrusakan lingkungan dan penghilangan hak rakyat.
- Terlibat pada pembuatan kebijakan yang merusak lingkungan dan penghilangan hak rakyat.
- Melakukan tindakan pembiaran dan kebohongan publik terhadap pengrusakan lingkungan hidup dan penghilangan hak rakyat.
- Terlibat dalam perusahaan-perusahaan perusak lingkungan penghilangan hak rakyat.
- Memberikan dukungan kepada instansi atau perusahaan untuk melakukan atau memberi dampak pada pengrusakan lingkungan penghilangan hak rakyat.
4. Kriteria Operasional Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
- Terlibat dalam kekerasan rumah tangga
- Melakukan tindak kekerasan seksual
- Melakukan kekerasan ekonomi terhadap perempuan
- Terlibat dalam perdagangan perempuan dan/atau anak.
- Memproduksi serta membuat kebijakan publik yang menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
5. Kriteria Operasional Pelanggaran Narkoba
- Menggunakan Narkoba dengan melanggar hukum
- Menjual dan/atau mengedarkan Narkoba
- Memodali bisnis Narkoba
- Dengan kekuasaan yang dimiliki melindungi bisnis Narkoba dan atau menghambat proses hukum terhadap kasus Narkoba. (http://satudunia.oneworld.net/)
Apa yang bisa kita lakukan ?
- Kegagalan kampanye anti politisi busuk selama ini karena isu ini belum tersosialisasi dengan baik sampai ke akar rumput dan terkesan hanya menjadi isu beberapa kelompok saja. Tahun 2009 kampanye politisi busuk harus digalang secara berakar.
- Rakyat harus menghukum partai-partai yang mencalonkan politisi busuk," dengan cara tidak memilih Partai-partai tersebut.
- Salah satu Kriteria politisi busuk yang banyak dijumpai adalah kerap mengumbar janji namun tidak pernah direalisasikan, hal ini tentunya sangat menyakitkan bagi masyarakat. Karena itu Rakyat jangan mudah percaya kepada Caleg seperti itu dan jika caleg yang dulu sesumbar demikian maka langkah konkret adalah jangan hadiri kampanye mereka dan jelas jangan Pilih mereka.
- Melihat Mass Media, Rakyat juga bisa melihat siapa-siapa saja di daerahnya yang terlibat Korupsi, karena itu jJangan pernah pilih orang-orang korup, atau partai politik yang selalu mencoba menghalangi-halangi pemberantasan korupsi, apalagi parpol yang mendapat dana dari uang hasil korupsi, termasuk anggota parlemen ataupun calon legislatif yang ikut andil dalam pencemaran dan perusakan lingkungan; pembalakan liar, pelaku kekerasan HAM atau yang memberi perlindungan terhadap pelanggar HAM; pelaku KDRT dan diskriminasi hak perempuan; pengguna dan pengedar narkoba; serta para penggusur hunian rakyat.
- Beri Informasi akurat kepada Aparatur terkait jika kita melihat ada Caleg yang terbukti memakai ijazah palsu, atau kasus korupsi dan penyalahgunaan kewenangan lainnya (baik di Kantor, Kelurahan, dll, dimana anda berada)," katanya.
- Jika anda orang yang diperhitungkan di ormas atau masyarakat, jangan mau dipakai partai politik atau caleg sebagai pendongkrak suara di pemilu.
- KPU telah mengumumkan daftar calon tetap, masyarakat harus mencermati dan bisa menentukan mana yang busuk dan mana yang tidak. "Setelah itu mari dibuat semacam kesepakatan bahwa haram memilih yang busuk itu," tegasnya.
- Jangan memilih Caleg hanya berdasarkan kekerabatan, marga, ketokohan, uang atau bahkan ancaman (terhadap pekerjaan, kenyamanan, dll). Karena hal ini bisa membuatkan kita salah pilih dan akhirnya menjadikan mereka yang korup, tidak berkualitas, menjadi wakil kita di Dewan Perwakilan. Alhasil semua ini akan berakibat kita tidak bisa berharap banyak untuk kesejahteraan bangsa kedepan.
Penutup
Simpul kata, menjelang Pemilu 2009, masyarakat diimbau tidak memilih politisi busuk, sehingga lembaga Dewan bisa diisi oleh orang-orang berkualitas untuk memajukan bangsa. Jelilah membedakan antara partai politik yang benar memperjuangkan aspirasi dan kepentingan umum, atau partai yang hanya membungkus elok sebuah kleptokrasi. Politisi busuk jelas adalah individu-individu yang bermoral buruk atau penghianat rakyat. Mereka tak menjalankan tugas dan wewenangnya dengan cukup. Jika dilakukan penilaian kerja politik mereka jauh dari nilai minimum. Mereka bisa diidentikkan dengan para politisi yang rapornya merah.
Setuju sekali, dengan adanya Gerakan anti Politisi Busuk akan bisa meminimalisir adanya pejabat DPR/MPR ataupun pejabat pemerintahan yang kurang mempunyai KOMITMEN pada RAKYAT, dan sebaliknya bisa membantu rakyat untuk bisa memilih WAKILnya yang TEPAT, yang benar-benar bisa memperjuangkan nasib rakyat dan berpihak pada rakyat. Kita sangat harapkan gerakan ini sifatnya adalah informatif, netral, investigatif, dipercaya. Pemilu 2009 jangan kita biarkan sebatas sandiwara dan ritual lima tahunan saja, masyarakat mestinya memanfaatkan momen pemilu itu sebagai sarana memberikan hukuman politik kepada politisi yang dinilai amoral dan tidak mempunyai adab. Masyarakat, tidak boleh berharap kepada orang yang terbukti busuk berdasarkan indikator Politisi Busuk diatas. Itu artinya kita menjudikan masa depan kita pada orang yang tidak benar.
Dari Siantar, saya sambut gerakan yang disampaikan Anti Polbus dan rekan-rekan di ICW, mari bergandengan tangan mengawal proses Pemilu Tahun 2009 dengan Memberi pencerahan di masyarakat MENOLAK MEMILIH POLITISI BUSUK.
Dan buat rekan yang menjadi Caleg 2009, berkomitmenlah jangan menjadi Politisi Busuk melainkan menjadi wakil rakyat yang takut akan TUHAN dan menjadi berkat buat semua. Berkomitmenlah untuk menjawi Perwakilan Rakyat yang BERKUALITAS DAN PRODUKTIF sehingga suara rakyat disalurkan melalui anda-anda dengan prinsip kebenaran, keadilan, kesetaraan, penghormataan terhadap HAM, demi keutuhan ciptaan dan kesejahteraan bersama. Syalom!