Tuesday, February 12, 2008

Menghadapi Kematian Diri Sendiri

Sikap Umat Kristen Menghadapi Kematian ( Menghadapi Kematian Diri Sendiri & Kematian Orang-Orang yang Kita cintai ) Roma 14 : 8 – 9 ; Filipi 1 : 21 ; I Tes. 4 : 13 – 18 - Telah diterbitkan di harian Pena Rakyat ; P. Siantar -
Pengantar Kita akan membahas suatu Topik yg mungkin dianggap tabu untuk dibicarakan. Yaitu soal Kematian. Dan sebagai pembukanya mari kita mengingat bahwa : Setiap manusia yg hidup pada suatu ketika akan meninggal ( Pengkhotbah 3: 1-2a; 12 : 7; ). Karena kematian merupakan pasangan dari kehidupan. Anda akan meninggal, Saya juga akan meninggal. Semua akan mengalaminya. Tidak ada yg tahu bagaimana caranya dan kapan terjadi kita akan dipanggil Allah. Ini rahasia Ilahi. Usia bukan ukuran akan cepat lambatnya kematian menjelang. Seolah kematian hanya dekat bagi orang yg telah uzur. Tidak, ini adalah pokok bahasan dan pergumulan semua orang, lintas usia. Banyak orang yg lebih muda bisa meninggal lebih dulu dibanding orang tua. Ada yg meninggal di usia bayi. Ada yg meninggal diusia remaja. Ada yg meninggal diusia tua. Ada kisah dimana dari segi usia, si anak lebih dahulu meninggal dunia dibanding orang tuanya. Karena itu tidak ada patokan kapan kematian akan datang bagi seseorang. Bisa besok, bisa minggu depan atau bisa 20 tahun lagi. Akan tetapi walaupun mengetahui tentang ini semua, manusia sering memiliki rasa ketidak siapan dan ketakutan dalam menghadapi kematian. Penyebabnya apa ? Karena manusia belum memahami apa itu kematian dan bagaimana keadaan setelah kematian badani. Sehingga sering kita tabu dan takut menghadapi kematian. Tetapi dalam rangka Pembinaan Warga Jemaat dalam hal Dogmatika-pengajaran pokok-pokok iman Kristen, maka pada malam hari ini kita akan membahas bagaimana seharusnya kita memandang kematian dari sudut iman Kristen. Mengapa Manusia Bisa “Sedih” Menghadapi Kematian ? Ada beberapa alasan, antara lain : 1. Pada umumnya dalam menghadapi kematian diri sendiri manusia memiliki 2 jenis “ketakutan”[1] : 1. Ketakutan karena ia akan berpisah dari orang-orang yg dikasihinya, dan sekaligus dengan harta benda yg susah payah dikumpulkannya selama ini. Karena kita cenderung menyamakan kematian dengan perpisahan. Dan memang benar, dengan terjadinya kematian berarti terjadi perpisahan fisik antara orang yg meninggal dengan orang yg ditinggalkan. Kematian memutuskan hubungan apa saja yg akrab dengan kita. Termasuk tidak lagi melewati masa-masa suka dan duka dengan yg meninggal. Dan ada manusia yg seolah tidak “rela” melepaskan segala sesuatu yg telah di dapatnya dengan susah payah dalam hidupnya. 2. Ketakutan karena merasa ia berdosa dan tidak akan masuk sorga melainkan akan menjalani hukum api neraka. 2. Karena waktu & cara kematian tidak terduga. Sering sekali kita merasa kematian orang-orang disekitar kita terjadi secara tiba-tiba. Kita yg ditinggalkan, biasanya menganggap TUHAN tidak akan memanggil dengan cepat orang yg kita kasihi. Kita selalu merasa Tuhan pasti akan memberikan hari esok untuk bersama lagi menjalani hidup, TUHAN akan beri kesehatan. Sehingga misalnya sebagai anak, mempersiapkan perencanaan-perencanaan di hari depan untuk membahagiakan orang tua. Si anak menganggap masih berhutang kasih sehingga tidak puas jika belum memberi sesuatu pada orang tuanya. Tetapi kenyataannya : tiba-tiba TUHAN memanggil. Ya, waktu kematian sering kita rasa berlangsung tiba-tiba. Baru saja kita bercakap-cakap dengan yang bersangkutan, kini tiba-tiba ia sudah meninggal. Baru saja kita melewati tawa, saling cerita dan pergi bersama, tiba-tiba ia sudah meninggal. Baru saja kita memberi ia makan dan minum, kini ia telah meninggal. Kita terkejut, tidak menyangka dan ini dapat menimbulkan kesedihan karena kita tidak mempersiapkan diri sebelumnya untuk berpisah. Ada yg sempat mengucapkan doa dan ucapan selamat tinggal ada yg tidak sama sekali. Ini membuat kita merasa sedih sekali. Apalagi kematian bisa datang penuh dengan kedamaian tetapi juga dapat dengan cepat dan kesakitan. 3. Dan untuk Orang yang berbaring Sakit, biasanya mempunyai banyak waktu yg lowong, sehingga ia banyak berpikir dan bergumul. Dan terkadang bukan kematian itu yg ditakuti manusia; tetapi sedih karena memikirkan misalnya : “ Bagaimana dengan keluarga saya ? Bagaimana soal biaya, padahal saya tidak mempunyai gaji atau pensiunan ? Bagaimana dengan anak-anak saya, istri / suami saya, siapakah yg akan mengurus rumah tangga ? Siapa nanti yg mengurus usaha keluarga ? Atau kebun saya? Disamping itu manusia ada yang terus merasa bersalah. Memikirkan kesalahan masa lalunya. Misalnya penyesalan karena dulu tidak melakukan ini dan itu kepada saudara atau anak atau orang yg dikasihinya. Persoalan dalam pikirannya bisa semakin besar, sehingga bisa melarut dan membebankan. 4. Dan secara khusus bagi orang tua, yang memasuki masa pensiun. Orang yg lanjut usia, yg sering merasa telah kehilangan banyak hal. Misalnya, dulu mungkin ia adalah seorang Ibu yg sibuk dirumah, mengurus suami dan anak-anak. Kini anak-anak sudah jauh dan suami sudah tiada. Sehingga bertanya apa yg harus diurus. Dulu sibuk diladang, bekerja. Kini seiiring dengan usia, fisik tidak kuat lagi, jalan saja sudah payah. Dulu leluasa bergerak kini tergantung pada orang lain. Dulu bisa menghasilkan keuangan sendiri kini pensiunan. Yang paling menyedihkan biasanya adalah sudah kehilangan orang-orang dekat, kawan-kawan . Kadang kala mereka tidak cukup kuat lagi untuk keluar rumah. Kadang kesehatannya juga terganggu, sedikit tuli, sedikit buta, kaki dan lutut mulai kaku. Keadaan ini sering mengakibatkan mereka duduk-duduk dirumah saja dan terbatas keluar rumah. Mereka sering merasa kesepian, seolah-olah terkurung dalam rumahnya dan oleh kelemahan badanya dan bisa saja merasa disingkirkan dari kesibukan masyarakat. Mereka duduk didekat jendela , atau berbaring di tempat tidur. Mengingat-ingat orang yg mereka kasihi. Ada yg jauh, baik yg berada di dalam kotanya maupun yg diluar daerah, bahkan atau ada yg sudah meninggal. Mengingat pertumbuhan anaknya tersebut, cucunya dll. Sehingga keadaan ini sering membawa kepada memikirkan soal Kematian – menghadapi kematian diri sendiri dan memikirkan bagaimana keadaannya dan orang yg ditinggalkannya setelah kematian. Hal ini bisa membawa kearah sedih, takut, marah dan kesepian. Maka untuk membekali warga jemaat kita akan memasuki apa pandangan Kekristenan tentang Kematian dan bagaimana sikap kita terhadap kematian. Untuk membekali kita menghadapi kematian orang yg kita kasihi dan menghadapi kematian diri kita sendiri, Alkitab menerangkan ada beberapa hal yg perlu diketahui dalam hal kematian : 1. Kita harus menyadari bahwa : Setiap manusia yg hidup pada suatu ketika akan meninggal ( Pengkhotbah 3: 1-2a; 12 : 7; ). Karena kematian merupakan pasangan dari kehidupan. Semua akan mengalaminya. Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja : Ibrani 9 : 27. Sehingga kematian adalah suatu yang lumrah. 2. Dalam menghadapi kematian orang yg kita kasihi ingatlah Firman TUHAN dalam Roma 8 : 28 “ Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yg terpanggil sesai dengan rencana Allah “ Allah mengasihi semua orang, termasuk orang yg meninggal. Karena itu kita harus ingat : Kematian adalah juga bagian dari rencana Allah dalam kehidupan manusia, untuk kebaikan manusia. Ini harus kita terima dengan lapang dada. Karna itu, sikap kita adalah harus penyerahan diri total kepada Allah, dan mengingat bahwa TUHAN adalah kasih, yang akan memberikan yg terbaik bagi kehidupan manusia yg berkenan dihadapan-Nya. 3. Pernahkah kita mengingat akan peristiwa Paskah ketika menerima kenyataan ada seorang yg kita kasihi meninggal dunia ? Dalam Peristiwa Paskah, TUHAN Yesus bangkit dari kematian. Membawa pengharapan bahwa hidup – mati nya manusia adalah Milik TUHAN ( Roma 14 : 8 - 9 ). Membawa pengharapan, bahwa akan ada langit baru, dunia baru dan kehidupan baru bagi orang yg percaya. Semenjak Tuhan Yesus bangkit dari kematian, kematian bukanlah perpisahan terakhir dengan orang-orang yg kita cintai. . Kehidupan orang percaya dalam kematian bukan berarti tamat. Tetapi hanya merupakan perpisahan sementara, sampai kita bertemu kembali dalam keadaan yg lebih baik. Ada saat kita akan bertemu kembali dengan orang yg kita kasihi. Hidup duniawi/ badaniah akan bersambung ke kehidupan surgawi bersambung dengan kehidupan bersama Kristus. ( 2 Kor 5 : 1 + Wahyu 21 : 1-4; 7:16 ). Kematian mempersatukan kita dengan Dia. Itulah sebabnya dalam perjanjian Baru, kematian orang percaya lebih dikatakan sebagai hal tertidur ketimbang mati ( bnk. 1 Tes 4 : 14 : Yang telah meninggal dalam Yesus ; Yunani = yang telah tertidur dalam yesus ) . Maut tidak dapat menguasai kita dan memisahkan kita dari Allah ( Roma 8 : 38-39 ) Tetapi pertemuan kembali itu tidaklah terjadi dengan otomatis. Semua akan menghadap pengadilan Allah ( 2 Kor 5 : 10 ). Dan kita diselamatkan oleh karena iman ( Gal. 3 : 1-14; Ibr. 11 : 6 ) yg tampak dalam perbuatan ( Yak. 2 : 17 ). Jadi tidak perlu disesali sebuah kematian tetapi yang penting Jika kita ingin bersatu kembali dengan orang yg kita kasihi, kita harus menjadi orang Kristen yg benar ( I Tes 4 : 14 – 17 ). 5. Jika kita perhatikan, dalam doa-doa yang sering kita ucapkan, misalnya dalam Doa Bapa Kami, kita selalu mengatakan “ jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga …. “, “ campur tanganlah dalam kehidupan kami….. “, “ rancangan Allah selalu baik….. ”. Dan kini semua doa yg pernah kita ucapkan tersebut di kembalikan ke kita. Bukankah jika demikian kematian juga adalah bagian dari kehendak Allah, bagian dari campur tangan Allah, bagian dari rancangan Allah ? Jadi untuk itu kita harus menyadari kematian adalah bagian dari Pengakuan Iman dan Doa kita juga. Jadi ketika kematian kita anggap menggagalkan rencana-rencana kita, ingatlah bahwa “ Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Yesaya 55 : 8 6. Kita ingatlah bahwa kematian adalah cara Allah untuk mengingatkan / mendidik manusia bahwa TUHAN masih berkerja dalam kehidupan. Bahwa segala sesuatu ada masanya. Karena itu kita harus selalu mengingat akan TUHAN. Hiduplah dalam TUHAN. Jangan lupakan TUHAN, jangan tinggi hati, jangan sombong, dll. Dengan Kematian TUHAN mendidik manusia bahwa ada batasan dari manusia, dan ada batasan dari perencanaan manusia. Semua orang yg kuat, lemah, kaya miskin, pintar bodoh akan meninggal. Dan Harta tidak menjamin keberadaan manusia, dan mengingatkan manusia bahwa harta tidak bisa dibawa mati. Sehingga jangan menjadi tujuan hidup. Tetapi yang terpenting dalam hidup adalah : Carilah dahulu Kerajaan Allah ….. maka semuanya akan ditambahkan kepadamu ( Matius 6 : 33-34). Untuk apa senang hidup didunia yang fana ini jika “maut” lah yg kita dapat di kehidupan selanjutnya. 7. Kita semua ingin masuk surga, kita semua ingin orang yg kita kasihi, anak, orang tua, keluarga, dll masuk surga. Dan bukankah kematian adalah salah satu cara untuk ke surga. Kematian adalah cara memasuki hadirat Allah. Inilah logikanya. Jadi dalam menghadapi kematian, Ingatlah, yang memanggil bukan siapa-siapa, melainkan Allah. Dengan mengetahui ini semua, semoga kita semakin jernih memandang arti kematian dalam iman Kristen. Sehingga kita tidak takut menghadapi kematian diri kita sendiri dan tidak terlalu sedih akan kematian. berbesar hati menghadapi kematian orang yg kita kasihi. Bukankah ini suatu penghiburan yg besar ? 9. Ingatlah Firman Tuhan Yang mengatakan : Berbahagialah orang yg mati dalam TUHAN, …..supaya mereka boleh beristirahat dari jerih payah mereka “ ( Wahyu 14 : 13 ). “ Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan “ ( Filipi 1 : 21 ). 10. Apa yg dibutuhkan oleh orang yg menghadapi kematian. Kesedihan yg paling dalam bagi manusia adalah kesunyian yatiu bahwa ia sama sekali ditinggalkan oleh orang lain, bahkan oleh Tuhan sendiri. Menemani nya adalah sebuah hadiah yg indah yg dapat kita berikan kepada orang demikian. Yg dibutuhkan orang itu adalah teman, yg mau menemani nya dalam saat-saat yg sunyi. Untuk memberikan penghiburan, penguatan, kepercayaan iman untuk menyerahkan diri pada Tuhan, menemaninya bicara. Umat percaya terpanggil untuk berduka cita dengan orang yg berduka (I Kor 12 : 26 dan untuk menghibur orang yg berdukacita ( II Kor 1 : 3 - 4. ) Kita hendaknya berusaha membimbing kepada penyerahan diri yg sungguh kepada Yesus Kristus. Penyerahan diri kepada Kristus berbeda jauh dari pada berserah kepada keadaan saja. Bukan saja mengenai harapan kita tentang Kerajaan Allah, atau bahwa kita akan dipertemukan dengan orang-orang yg kita kasihi, tetapi juga bahwa kita boleh hidup bersama-sama dengan Tuhan ( 1 Tes 4: 14-17 ). Penutup Karena itu kitab Tesalonika memberikan solusi dalam menghadapi kematian orang yg kita kasihi dalam I Tes 4 : 13 - 14. Bersedih boleh saja. Kesedihan menghadapi kematian adalah kenyataan yg tidak usah ditutup-tutupi. Menjadi orang Kristen bukan berarti tidak boleh sedih, tidak boleh menangis dalam menghadapi kematian. Jika ada yg berpendapat tidak boleh sedih dan menangisi adalah suatu pendapat yg berlebihan yg mencoba mengingkari kemanusiaan. Jujurlah terhadap diri jika bersedih. Tidak menyangkal adanya perasaan susah dan sedih dalam hidup. Namun bersedih, mengakui ada luka dihati, bukan berarti kita harus memelihara luka atau rasa sedih itu. Artinya boleh bersedih tetapi jangan larut. TUHAN masih memberikan hidup bagi kita, hidup ini harus dijalani kembali. Bagi orang yg ditinggalkan, hidup tidak berhenti, hidup masih berjalan kembali. Biarlah ini semua menjadi masa lalu, masih ada hari esok. Ini yg terpenting. Kita memang tidak dapat selalu memilih keadaan-keadaan kita. Tetapi kita dapat memilih sikap kita terhadap keadaan tersebut. Karena itu mari hadapi kenyataan dengan iman. Hanya itu yg bisa kita lakukan. Bersedih, marah, berdiam diri, tidak dapat mengembalikan orang yg telah meninggal ( seperti kisah Daud; 2 Sam 12:15-25). Hindari anggapan semuanya telah meninggalkan kita. Allah masih menyertai kita dan mengendalikan semuanya. Tidak ada rasa sedih tanpa tujuan. Serahkan kesedihan pada Allah, ia akan menyembuhkan. Penghiburan dari Allah menyenangkan hati ( Mazmur 94 : 17-19 ) Pokok Bacaan lain : - Kebangkitan Kita ( Manusia ) = 1 Kor 15 : 12-34 & Kebangkitan tubuh = 1 Kor 15 : 35-36 - Tetap kerjakanlah keselamatanmu ( Fil. 2 : 12-18 ). - Apa yang harus dilakukan sebagai manusia baru ? : Kolose 3 : 5-17 - Kematian adalah konsekuensi setelah manusia berbuat dosa ( Roma 5 : 12 ; Roma 6 : 23 ). [1] Dalam animistis, Ketakutan akan kematian tergambar dengan kehadiran seorang dukun dalam kamar orang sakit yg menghadapi maut, supaya dengan perantaraan dukun itu jiwa manusia dihantar kepada tempat kediaman jiwa-jiwa orang mati dunia nenek moyangnya dll. Dan keuntungannya bagi orang yg hidup adalah sang dukun bertindak membujuk jiwa – roh orang yg meninggal itu agar tidak mengganggu orang yg hidup. Dan masyarakat kita sering hidup dalam ketakutan akan orang mati., akan hantu-hantu. Banyak orang yg takluk pada roh orang mati dan nuruti kemauannya, banyak orang yg takut melewati pekuburan pada waktu malam. Ketakutan ini merupakan bukti bahwa manusia masih terikat pada kebudayaan animistis, walaupun ia sudah Kristen atau sudah beragama.